TEMPO.CO, Jakarta - Seorang ahli PBB pada Senin, 19 Juni 2023, menyatakan bahwa perlakuan terhadap perempuan dan anak perempuan di Afghanistan oleh Taliban dapat dianggap sebagai "apartheid gender" karena hak-hak mereka terus-menerus dilanggar dengan serius oleh pihak berwenang yang sebenarnya di negara tersebut.
“Diskriminasi yang parah, sistematis, dan terlembagakan terhadap perempuan dan anak perempuan merupakan inti dari ideologi dan aturan Taliban, yang juga menimbulkan kekhawatiran bahwa mereka mungkin bertanggung jawab atas apartheid gender,” Pelapor Khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di Afghanistan, Richard Bennett, kepada Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa.
PBB mendefinisikan apartheid gender sebagai "diskriminasi seksual ekonomi dan sosial terhadap individu karena gender atau jenis kelamin mereka".
"Kami telah menunjukkan perlunya eksplorasi lebih lanjut tentang apartheid gender, yang saat ini bukan merupakan kejahatan internasional, tetapi bisa menjadi demikian," kata Bennett kepada wartawan di sela-sela Dewan.
"Tampaknya jika seseorang menerapkan definisi apartheid, yang saat ini untuk ras, pada situasi di Afghanistan dan menggunakan seks daripada ras, maka tampaknya ada indikasi kuat yang mengarah ke sana."
Taliban sebut PBB dan lembaga Barat lakukan propaganda
Seorang juru bicara Taliban mengatakan pemerintahan mereka menerapkan hukum Islam dan menuduh PBB dan lembaga-lembaga Barat melakukan "propaganda".
"Laporan Richard Bennett tentang situasi di Afghanistan adalah bagian dari propaganda semacam itu, yang tidak mencerminkan kenyataan," kata juru bicara Zabihullah Mujahid dalam sebuah pernyataan.