TEMPO.CO, Jakarta - Taliban kian tegas menunjukkan sikap tidak pro hak-hak perempuan, termasuk hak untuk bekerja ataupun bergabung ke pemerintahan. Dikutip dari kantor berita Reuters, Taliban mengatakan bahwa perempuan tidak seharusnya bekerja bersama pria ataupun bekerja di sektor manapun yang mereka mau.
"Kami ingin secara penuh mengimlementasikan Syariat Islam meski adanya tekanan dari komunitas internasional untuk membiarkan perempuan bekerja di manapun yang mereka mau," ujar pejabat senior Taliban, Waheedullah Hashimi, Selasa, 14 September 2021.
Sebelumnya, Taliban sempat berjanji bahwa mereka akan lebih modern dalam membentuk pemerintahan yang baru. Hal tersebut termasuk mengakui hak-hak perempuan mulai dari hak menempuh pendidikan ataupun bekerja. Namun, seiring berjalannya waktu, hal itu malah tak terjadi.
Menurut laporan Reuters, di berbagai wilayah Afghanistan, perempuan di atas usia 12 tahun tidak boleh pergi ke sekolah ataupun keluar rumah. Selain itu, mereka yang diizinkan belajar ke kampus hanya boleh diajar oleh dosen perempuan dan tempat duduk mereka akan dipisahkan dari tempat duduk laki-laki dan dibatas oleh tirai.
Di pemerintahan baru Afghanistan, tak ada satupun pejabat perempuan di sana. Taliban menempatkan pejabat-pejabat seniornya di sana dan semuanya adalah pria.
Wanita Afghanistan yang mengenakan chadar berjalan di sebuah masjid di Herat, Afghanistan, 10 September 2021. Sejak Taliban berkuasa, wanita diwajibkan mengenakan hijab untuk menutup kepalanya, untuk pakaian diminta mengenakan gamis. Taliban lebih menyukai perempuan mengenakan Burqa, busana yang menutup seluruh tubuh dengan lubang kecil di area mata untuk melihat.. WANA via REUTERS
Tidak/ belum ditepatinya janji Taliban membuat berbagai pihak mengecam kelompok itu. Prancis, misalnya, menyebut Taliban pembohong dan tidak mau lagi berurusan dengannya. Dewan HAM PBB menyatakan hal senada dan mendesak adanya sistem monitoring pemenuhan HAM di Afghanistan.
Hashimi berkata, Taliban tidak main-main ketika memutuskan untuk membatasi hak perempuan untuk bekerja dan menempuh pendidikan. Hal itu mengacu pada Syariat Islam yang kata ia sudah 40 tahun lebih dijalani Taliban. Oleh karenanya, tak ada alasan untuk sepenuhnya mengakui hak-hak perempuan.
"Syariat Islam melarang pria dan perempuan duduk bersama di bawah satu atap. Pria dan perempuan juga tak boleh kerja bersama. Oleh karenanya, perempuan tak kami izinkan berada di kantor kami ataupun kabinet," ujar Hashimi menegaskan.
Belum diketahui apakah sikap Taliban soal perempuan akan berubah ke depannya. Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, sempat mengatakan perempuan adalah elemen penting dari pemerintahan baru di Afghanistan dan mereka akan dilibatkan di sektor berbeda.
Baca juga: Dewan HAM PBB: Taliban Ingkar Janji, Termasuk Soal Hak Perempuan
ISTMAN MP | REUTERS