TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 26 jurnalis dari media lokal, nasional, dan internasional mengikuti pelatihan meliput konflik kekerasan yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independent, AJI, bersama Komite Internasional Palang Merah atau ICRC dan Pasukan Misi Pemeliharaan Perdamaian atau PMPP-TNI di Sentul, Bogor, 8-13 Desember 2018.
Pelatihan yang diikuti para jurnalis meliputi dua tahap. Pertama, seluruh jurnalis dibekali pengetahuan tentang Hukum Humaniter Internasional, keamanan digital, dan jurnalisme damai. Kedua, para peserta mengikuti pelatihan Hostile Environment Awareness Training atau HEAT mengenai pelatihan lapangan untuk memahami berbagai situasi dan ancaman yang dihadapi jurnalis saat meliput di daerah konflik dan cara untuk bertahan hidup.
Baca: Hari Pers Dunia, Jurnalis Mesir Terima Penghargaan dalam Penjara
Para jurnalis juga dibekali pengetahuan untuk memberikan bantuan pertolongan pertama bagi siapa saja yang membutuhkan di tengah menjalankan tugas jurnalistik, memahami karateristik peralatan militer yang kerap ditemui di daerah konflik, serta dampak berkepanjangan dari perang masa lalu seperti sebaran ranjau yang masih ditemui di sejumlah negara dan menewaskan ratusan warga sipil.
Pelatihan tahap kedua dilaksanakan oleh PMPP-TNI dan difasilitasi oleh instruktur-instruktur berpengalaman di level internasional.
“HEAT ini kami selenggarakan untuk merespons permintaan wartawan agar ada pelatihan untuk meminimalisir risiko ketika meliput konflik," kata Fitri Adi Anugrah, Koordinator Komunikasi Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor Leste dalam rilis AJI-ICRC yang diterima Tempo, 14 Desember 2018.
Baca: TIME Nobatkan Jurnalis Sebagai Person of The Year 2018
"ICRC secara rutin menyelenggarakan sesi diseminasi tentang Hukum Humaniter Internasional kepada berbagai macam pihak seperti TNI, akademisi dan wartawan. Sementara ketika bertugas dalam misi kemanusiaan di berbagai belahan dunia, ICRC seringkali bersinggungan dengan wartawan yang sama-sama menghadapi risiko ketika bertugas di daerah konflik,” kata Fitri.
Koordinator Advokasi AJI Indonesia Sasmito Madrim mengatakan pelatihan ini penting sebagai bekal para jurnalis dalam meliput di wilayah konflik. Sehingga korban dari para jurnalis dapat dihindari atau ditiadakan.
“Ini supaya ledakan bom bunuh diri di Afghanistan akhir April lalu tidak terulang kembali. 10 jurnalis meninggal saat mereka meliput ledakan sekitar 20 menit di lokasi yang sama,” jelas Sasmito.
Sasmito menambahkan pelatihan ini juga penting untuk meningkatkan kewaspadaan para jurnalis di luar wilayah konflik.
Menurut UNESCO dan International Federation of Journalists, IFJ terdapat 825 jurnalis dan pekerja media yang dibunuh selama sepuluh tahun terakhir. Namun, mayoritas jurnalis yang terbunuh tidak bertugas meliput peperangan.
Baca: Jurnalis Inggris Simpan Data di Anus Saat Ditawan Milisi di Sudan
“Karena itu pelatihan ini juga penting sebagai upaya meningkatkan keselamatan jurnalis di luar wilayah konflik. Sebab kematian jurnalis saat ini tidak hanya terjadi di wilayah konflik, tapi di medan liputan yang biasa juga dapat terjadi,” ujarnya. .
26 jurnalis yang ambil bagian dalam pelatihan ini berasal dari berbagai media, antara lain Kompas, Tempo, Gatra, Pikiran Rakyat, Reuters, NBC News, Anadolu Agency, KBR, RPK FM, Net TV, CNN dan RTV.
Dalam acara penutupan dan penyerahan sertifikat, Wakil Komandan PMPP TNI Kolonel PNB Aldrin P. Mongan menyatakan kegembiraannya atas terselengaranya HEAT dan atas antusiasme seluruh peserta.
"Ini pertama kali HEAT kami selenggarakan untuk wartawan. Evaluasi penting sehingga ke depannya HEAT bisa terus dikembangkan agar semakin menjawab kebutuhan wartawan," kata Aldrin.
Dia juga menjelaskan PMPP-TNI sudah tiga kali menyelenggarakan HEAT tetapi pesertanya hanya diplomat Uni Eropa yang ditempatkan di Asia Pasifik. Aldrin berharap kerja sama pelatihan dengan jurnalis yang diadakan AJI-ICRC dan PMPP-TNI dapat berlanjut di tahun mendatang.
MARIA RITA HASUGIAN