TEMPO.CO, Jakarta - Polisi Filipina menembak mati 13 pengedar dan bandar narkoba pada Rabu, 21 Maret 2018, seusai Presiden Rodrigo Duterte memerintahkan perang narkoba dilanjutkan.
Operasi ini terjadi setelah pada akhir pekan lalu Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengatakan dia akan menuntaskan operasi antinarkoba, yang telah menelan korban jiwa sekitar 4000 orang berdasarkan data pemerintah. Polisi juga menangkap sekitar 100 orang dalam 60 operasi anti-narkoba di Bulacan.
Baca: Petinggi PBB Minta Presiden Duterte Tes Kejiwaan, Ada Apa?
Namun, para penggiat HAM dan lembaga independen menduga jumlah korban tewas mencapai sekitar 7000 orang. Duterte juga berulang kali menolak jurisdiksi Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), yang mulai menyelidiki kebijakannya yang kontroversial dan dituding sebagai kejahatan kemanusiaan. Dia bahkan menyatakan Filipina keluar dari ICC dan mengajak negara lain mengikutinya.
"Operasi ini bagian dari peningkatan operasi anti-narkoba dan segala macam bentuk kriminalitas di Provinsi Bulacan," kata Romeo Caramat, kepala polisi Bulacan, seperti dilansir Reuters, Kamis, 22 Maret 2018.
Baca Juga:
Seorang pria, yang istrinya ditangkap saat operasi anti-narkoba dan ditemukan tewas sehari kemudian, tidur di kasur di samping keponakannya di luar gubuknya di Navotas, Metro Manila, Filipina, 6 Desember 2017. Gubuk-gubuk kumuh di kawasan yang lebih dikenal sebagai Market 3 ini menjadi saksi bisu perang berdarah terhadap narkoba yang diluncurkan Duterte sejak Juni 2016 lalu. REUTERS
Baca: Pejabat PBB Sarankan Duterte Tes Kejiwaan, Menlu Filipina Berang
Pada Agustus 2017, polisi Filipina juga menembak mati 32 orang yang diduga menjadi bandar dan pengedar narkoba. Dan pada Februari lalu, sekitar 10 terduga bandar dan pengedar narkoba tewas dalam operasi penggerebekan malam di Bulacan.
Kali ini, polisi Bulacan mengatakan menggelar 60 operasi penggerebekan narkoba dengan taktik beli-tangkap atau penjebakan (sting) di sembilan kota di provinsi itu, yang terletak di Pulau Luzon.
Seorang wanita teriak histeris setelah melihat Nora Acielo, seorang tetangganya yang tewas tertembak oleh orang tak dikenal di pemukiman kumuh di Manila, Filipina, 8 Desember 2016. Kasus penembakan Acielo merupakan kasus ke-13 yang tercatat terkait narkoba dalam 24 jam terakhir dalam perang tanpa henti Presiden Rodrigo Duterte terhadap obat-obatan terlarang. AP Photo/Bullit Marquez
"Sayangnya 13 orang tersangka tewas saat petugas menembak untuk membela diri setelah para pelaku yang membawa senjata mengetahui bahwa mereka sedang dijebak dan mulai menembak," kata Caramat.
Polisi menyita 19 senjata dan 250 paket narkoba dalam operasi yang berlangsung selama 24 jam.
Menurut media Philstar.com pada pekan lalu, Duterte mengatakan akan melanjutkan perang narkoba hingga kelar. "Saya harus menyelesaikan ini. Kerjakan saja tugasmu dan saya yang mengurus sisanya." Dia telah melarang polisi dan tentara untuk berbicara kepada tim investigasi dari ICC soal operasi pembunuhan para pelaku narkoba ini.
ICC mulai memeriksa kasus dugaan kejahatan kemanusiaan oleh Duterte setelah mendapat laporan dari pengacara Jude Sabio asal Filipina. Sabio melaporkan Duterte bertanggung-jawab atas kematian lebih dari 7000 orang tersangka bandar dan pengedar narkoba.