TEMPO.CO, Jakarta -Sedikitnya 5 kuburan massal baru ditemukan di tempat tinggal etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar berdasarkan kesaksian korban yang hidup dan kini tinggal di kamp pengungsi di Bangladesh.
Berdasarkan liputan dan wawancara Associated Press dengan Rohingya sebagai korban dan saksi mata, kuburan massal itu ditemukan di desa Gu Dar Pyin.
Baca: Pertama Kali, Militer Myanmar Akui Bunuh 10 Etnis Rohingya
Selama ini, pemerintah Myanmar membantah adanya kuburan massal seperti di Gu Dar Pyin. Satu-satunya yang diakui pemerintah adalah temuan kuburan massal di desa Inn Din. Kesepuluh korban itu disebut sebagai teroris.
Noor Kadir mengungkapkan peristiwa mengerikan tentang kuburan massal rekan tim sepakbola di desanya yang dikenal dengan sebutan Chinlone. Kadir dan 14 temannya yang keseluruhan etnis Muslim Rohingya terpilih sebagai pemain chinlone ketika mendadak mereka mendengar suara tembakan pada 27 Agustus 2017.
Setelah tembakan berhenti, hanya Kadir dan dua teman satu timnya yang masih hidup. Beberapa hari kemudian, Kadir menemukan enam temannya tergeletak di antara jasad lainnya dalam 2 kuburan terpisah.
Ia hanya mengenali wajah teman-temannya itu dari pakaian yang mereka kenakan. Wajah dan tubuh mereka tidak ia kenali lagi karena rusak. Ternyata, tentara Myanmar selain menggunakan senjata juga menyiramkan air keras ke tubuh teman-temannya itu untuk menghilangkan jejak.
Warga desa lainnya mengaku melihat tiga kuburan massal di Gu Dar Pyin, dekat jalan utama arah utara pintu masuk ke desa itu. Mereka menyaksikan tentara Myanmar membunuh begitu banyak Rohingya.
Baca: PBB Peringatkan Myanmar Soal Pembunuhan 400 Warga Rohingya
Dua kuburan massal itu berukuran besar terletak di pebukitan tempat pemakaman umum dan kuburan massal yang berukuran lebih kecil berada di dekat desa Gu Dar Pyin.
Kisah memilukan diceritakan Mohammad Younus, 25 tahun, merangkak dengan tangan dan lututnya setelah dua kali diembak saat saudara laki-lakinya membawanya ke semak-semak. Selama sekitar 7 jam ia tergeletak di semak-semak. Saat itu, dia menyaksikan 3 truk berhenti dan mulai memasukkan jenazah manusia. Truk kemudian bergerak ke arah pemakaman.
Setelah itu, warga Budha dari beberapa desa bergerak memasuki desa Gu Dar Pyin. Dengan menggunakan pisau menikam orang-orang yang masih bertahan hidu dan membakar anak-anak dan lansia.
Dari kejauhan asap membubung dari arah desa Gu Dar Pyin.
Mohammad Sha, 37 tahun, mengungkapkan, ia bersembunyi di semak belukar pohon kelapa di pinggir sungai bersama lebih dari 100 orang Rohingya. Mereka menyaksikan lebih dari 200 tentara menghancurkan desa Gu Dar Pyin di siang hari. Tentara itu mencari rumah warga Muslim dan puluhan tetangga mereka kaum Budha dengan menggunakan penutup wajah mengambil harta benda Rohingya dan memasukkannya ke dalam sekitar 10 kereta dorong.
Baca: MSF: 6.700 Rohingya Tewas di Myanmar
Setelah itu, tentara Myanmar membakar rumah-rumah milik Rohingya dan menembaki siapa saja yang tidak pergi dari desa itu.
"Jasad manusia di mana-mana, kerangka tubuh manusia, semuanya membusuk. Saya tidak mampu menceritakan yang mana jasad suami saya.Saya menangis saat berada di sana. Saya menangis: kemana kamu pergi? Saya kehilangan segalanya," ujar Rohima Khatu, 45 tahun yang mencari jasad suaminya di satu kuburan di pintu masuk desa Gu Dar Pyin.
Lebih dari 400 etnis Rohingya diperkirakan telah dibunuh oleh tentara Myanmar dalam operasi militer pada Agustus tahun lalu.
Menanggapi laporan Associated Press tentang kuburan massal Rohingya, Phil Robertson dari Human Rigths mendesak Uni Eropa dan Amerika Serikat untuk melakukan langkah serius dengan temuan kuburan massal. "Ini saatnya Uni Eropa dan Amerika Serikat serius mengidentifikasi dan menentukan level tanggung jawab sebagai hukuman terhadap komandan militer Burma dan tentara atas kejahatan kemanusiaan ini," kata Robertson seperti dikutip dari Al Jazeera, 1 Februari 2018.