TEMPO.CO, Jakarta - Rusia siap menjadi mediator antara Korea Utara dan Amerika Serikat yang berseteru dan saling ancam selama ini. Kesiapan itu disertai syarat, yakni kedua pihak harus menyetujuinya.
"Anda tidak bisa menjadi mediator di antara dua negara atas kemauan Anda sendiri. Itu tidak mungkin, Anda butuh kedua belah pihak memang menginginkannya," kata Dmitry Peskov, juru bicara Kremlin, seperti dikutip dari CNN, Selasa, 26 Desember 2017.
Baca: Cina dan Rusia Antisipasi Serangan Rudal Korea Utara
Pernyataan Peskov muncul hanya beberapa hari setelah Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa secara aklamasi memberlakukan sanksi baru terhadap Korea Utara setelah Pyongyang melakukan uji coba peluncuran 29 rudal balistik. Draf sanksi dirumuskan Amerika Serikat.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov sehari sebelumnya mendesak Amerika Serikat dan Korea Utara memulai dialog, dan Amerika diminta yang pertama melangkah untuk memulai dialog.
"Menurut saya, langkah pertama untuk maju seharusnya dilakukan pihak yang lebih kuat dan yang lebih cerdas, dan ada penduduk di Amerika yang percaya situasi harus diselesaikan melalui cara-cara diplomasi," kata Lavrov kepada Russia Today.
Baca: Rusia Sebut Korea Utara Siap Serang Amerika Serikat dengan Nuklir
Lavrov juga mengatakan latihan militer Amerika di Semenanjung Korea telah membuat dialog semakin berat.
Sanksi terbaru Dewan Keamanan PBB terhadap Korea Utara meliputi larangan suplai energi dan memperketat larangan penyelundupan pekerja Korea Utara ke luar negeri. Kedua sanksi ini diklaim Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Nikki Haley, sebagai sanksi yang terberat.
Sanksi terhadap Korea Utara diputuskan secara bulat di Dewan Keamanan PBB. Namun Duta Besar Rusia untuk PBB, Vasilly Nebenzia, mengkritik resolusi itu karena Amerika Serikat secara tergesa-gesa di menit-menit terakhir melakukan perubahan dengan menargetkan pekerja Korea Utara di luar negeri.
Baca: Trump Puji Cina dan Kritik Rusia Soal Korea Utara
Sekitar 40 ribu pekerja Korea Utara bekerja di Rusia saat ini. Menurut Nebencia, butuh waktu minimum setahun untuk memulangkan mereka karena terkait dengan aspek logistik.
"Sayangnya, permintaan kami untuk menghalangi ketegangan yang semakin meluas, untuk merevisi kebijakan intimidasi bersama, tak diperhatikan," kata Nebenzia.
Mengenai resolusi terbaru Dewan Keamanan PBB terhadap Korea Utara, menurut Preskov, kedua pihak seharusnya melangkah pada pembicaraan diplomatik.