TEMPO.CO, Jakarta - Bangladesh dan Myanmar boleh saja bersepakat memulangkan kembali sekitar 620 ribu warga Rohingya ke rumah mereka di Rakhine. Namun Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) mengatakan situasi Rakhine belum aman, bahkan masih terjadi kekerasan dan pemerkosaan.
"Saat ini, Negara Bagian Rakhine di Myanmar belum aman untuk ditempati dan pemulangan secara berkelanjutan," demikian dinyatakan UNHCR, seperti dikutip dari Channel News Asia, Jumat, 24 November 2017.
Baca: Paus Fransiskus Diingatkan Tak Gunakan Kata Rohingya di Myanmar
Bahkan, menurut UNHCR, masih terjadi pengungsian dan sejumlah kasus kekerasan parah, pemerkosaan, serta pelecehan yang mendalam secara psikologis. Sehingga kecil sekali atau tidak ada sama sekali peluang untuk kembali pulang saat ini. Rumah dan desa warga Rohingya pun hancur.
"Ini kritis, jadi pemulangan jangan dilakukan cepat-cepat atau sebelum tiba waktunya," ujar UNHCR.
Bangladesh dan Myanmar menandatangani kesepakatan meminta bantuan UNHCR untuk pemulangan kembali pengungsi Rohingya pada Kamis, 23 November 2017. Keduanya sepakat proses pemulangan kembali sekitar 600 ribu warga Rohingya dengan bantuan UNHCR berlangsung dalam dua bulan ini.
Baca: Paus Fransiskus Berkunjung ke Myanmar Temui Rohingya dan Suu Kyi
Lebih dari 600 ribu etnis minoritas Rohingya mengungsi di Bangladesh akibat dipaksa meninggalkan rumah mereka di Negara Bagian Rakhine setelah tentara Myanmar melakukan operasi militer pada 25 Agustus 2017. Militer beralasan mengejar para milisi Rohingya.