TEMPO.CO, London - Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan gencatan senjata yang dimulai di Suriah pada Sabtu, 27 Februari 2016, ada kemajuan berarti meskipun masih ada bentrokan di beberapa kota dan daerah. Hal itu membuat Inggris dan Prancis mendesak Rusia serta pemerintah Suriah menghentikan serangan ke basis oposisi.
Menyusul sebuah pertemuan Prancis-Inggris pada Kamis, 3 Maret 2016, Presiden Prancis Francois Hollande dan Perdana Menteri Inggris David Cameron menunjukkan keprihatinannya karena pasukan pemberontak terus-menerus menjadi sasaran serangan di Suriah.
"Kami mendesak semua pihak memegang teguh janjinya untuk tidak melanggar hak asasi manusia, termasuk Rusia dan Suriah, serta segera mengakhiri serangan terhadap kelompok oposisi," kata kedua pemimpin negara tersebut dalam sebuah pernyataan gabungan.
Pertemuan itu berlangsung sehari sebelum Hollande dan Cameron bersama Kanselir Jerman Angela Merkel dijadwalkan mengadakan pembicaraan mengenai gencatan senjata dalam sebuah konferensi dengan Presiden Vladimir Putin.
"Besok adalah sebuah peluang bagi para pemimpin Inggris, Prancis, dan Jerman untuk datang bersama-sama, ingin menyampaikan sikap yang sangat jelas kepada Presiden Putin bahwa kami menginginkan gencatan senjata ini terus berlanjut," kata juru bicara Cameron.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Rusia mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Kamis, 3 Maret 2016, ada 14 pelanggaran gencatan senjata di Suriah dalam kurun waktu lebih dari 24 jam. Pelanggaran itu dalam penembakan dengan senjata berat terhadap kawasan permukiman dan posisi pasukan pemerintah di Provinsi Damaskus, Latakia, Hama, dan Deraa.
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN