TEMPO.CO, Kuala Lumpur - Bagi Amerika Serikat, pemukiman kembali di negara ketiga bagi pengungsi Rohingya bukan jawaban. Sebaliknya, negara itu menyerukan agar Myanmar memberikan kewarganegaraan kepada Muslim Rohingya yang melarikan diri dari penganiayaan di sana.
Hal ini ditegaskan Anne Richard, Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk penduduk, migrasi dan pengungsi. Ia menyatakan pemukiman kembali semua pengungsi Rohingya di AS hanya akan menarik orang lain untuk meninggalkan tanah air mereka.
"Jawaban untuk masalah ini adalah perdamaian dan stabilitas dan kewarganegaraan untuk Rohingya di negara bagian Rakhine. Itu solusinya," katanya, yang berbicara di sela-sela kunjungan tiga hari ke Malaysia."Mereka mengalami penganiayaan yang luar biasa dan penindasan. Mereka tidak memiliki kewarganegaraan dan kami prihatin dengan kondisi hak asasi manusia di sana."
Sejak awal Mei, lebih dari 4.600 pengungsi dari Myanmar dan Bangladesh dibawa ke darat dari perairan Asia Tenggara. Beberapa ribu lebih diyakini masih berada di laut setelah penyelundup manusia meninggalkan perahu mereka di tengah samudera.
Jika pengungsi Bangladesh meninggalkan tanah air mereka dengan harapan menemukan pekerjaan di luar negeri, Muslim Rohingya melarikan diri dari penganiayaan oleh mayoritas Buddha. Di negara itu, hak-hak dasar, termasuk kewarganegaraan, tidak diberikan.
Richard mengatakan 18-24 bulan ke depan akan menjadi kerangka waktu yang realistis bagi AS untuk memukimkan kembali para pengungsi itu. Tapi dia memperingatkan bahwa hanya sebagian kecil pengungsi saja yang akan dimukimkan kembali, terutama untuk korban penyiksaan, janda, dan anak yatim atau orang-orang dengan kebutuhan medis.
"Pemukiman bukan solusi bagi sebagian besar pengungsi di Bumi ini," katanya. "Solusi yang paling penting adalah orang tidak harus meninggalkan negara mereka.
AP | INDAH P.