TEMPO.CO, Jakarta - Anggota parlemen Myanmar akan mulai menduduki kursinya pada Senin di tengah kekhawatiran potensi kudeta, setelah pemerintahan militer menuduh ada kecurangan selama pemilu Myanmar kemarin.
Militer mengatakan pihaknya berencana untuk mengambil tindakan jika keluhannya tentang pemilu tidak ditangani dan seorang juru bicara pekan ini menolak untuk mengesampingkan kemungkinan kudeta.
Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dari Aung San Suu Kyi meraih kemenangan gemilang dalam pemilihan umum 8 November, pemilihan umum yang bebas dan adil kedua sejak berakhirnya pemerintahan militer langsung pada tahun 2011.
Tetapi tuduhan oleh tentara tentang kecurangan pemilih yang meluas, yang dibantah oleh komisi pemilihan, telah menyebabkan konfrontasi langsung antara pemerintah sipil dan militer, yang berbagi kekuasaan dalam konstitusi Myanmar, dikutip dari Reuters, 29 Januari 2021.
Konstitusi mencadangkan 25% kursi di parlemen untuk militer, yang telah menuntut resolusi atas pengaduannya sebelum Senin dan telah menolak untuk menarik resolusi.
Menambah ketidakpastian, Panglima Tertinggi Militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, menyebutkan dalam pidato video yang dipublikasikan secara luas kepada personel militer pada hari Rabu bahwa sebuah konstitusi harus dicabut jika tidak dipatuhi.
Min Aung Hlaing mengutip contoh sebelumnya ketika piagam konstitusi telah dihapuskan di Myanmar.
Panglima Militer Myanmar Min Aung Hlaing memberi hormat pada upacara Hari Pahlawan di Yangon pada 19 Juli 2020.[Ye Aung Thu / Pool via REUTERS]
Suu Kyi belum memberikan komentar publik tentang perselisihan itu, tetapi juru bicara Partai NLD mengatakan para anggota telah bertemu dengan para pemimpin militer Myanmar pada Kamis untuk melakukan pembicaraan tetapi tidak membuahkan hasil.
"Kami memang memiliki kekhawatiran tetapi itu tidak terlalu signifikan," kata juru bicara, Myo Nyunt, menjelaskan bagaimana mereka mengantisipasi beberapa ketegangan karena rencana NLD untuk mengubah konstitusi setelah pemungutan suara untuk mengekang kekuatan militer.
Dia juga mengatakan batalion polisi ditempatkan di ibu kota, Naypyitaw, setelah laporan bahwa pengunjuk rasa mungkin berkumpul di sana tetapi mengatakan jika terjadi kudeta, NLD tidak akan menanggapi dengan kekuatan.
Baca juga: Kemenangan Partai NLD Aung San Suu Kyi Cukup untuk Membentuk Pemerintahan
Anggota parlemen NLD Zin Mar Aung mengatakan polisi sedang berpatroli di kompleks parlemen.
"Kami tidak bisa berpura-pura tidak terjadi apa-apa," kata Zin Mar Aung.
Juru bicara militer Myanmar belum berkomentar terkait kemungkinan kudeta.
Para pemimpin agama dan politik yang berbicara kepada media mendesak kedua belah pihak untuk menyelesaikan perselisihan secara damai.
Seorang pemimpin pemuda untuk NLD, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan banyak orang benar-benar takut untuk kembali ke pemerintahan militer dan membuat frustasi melihat para elit bertengkar untuk mendapatkan kekuasaan individu.
"Pemimpin militer sudah jauh lebih kaya dan berkuasa daripada yang dibutuhkan siapapun, setidaknya kekayaan mereka mungkin tumbuh paling besar sejak negara terbuka, tetapi semua itu masih belum cukup," kata pemimpin pemuda NLD itu.
Sementara Pendeta Dr Hkalam Samson, seorang pemimpin komunitas dari etnis minoritas Kachin, mengatakan kepada jurnal berita Irrawaddy, "Kita semua harus bekerja sama untuk mencapai perdamaian dan untuk membangun sistem federal yang demokratis."
Kudeta adalah kata pahit yang tidak ingin kami dengar, katanya.
Penulis dan sejarawan Thant Myint-U mengatakan di Twitter pada hari Kamis bahwa negara sedang menuju krisis konstitusional.
"Saya rasa tidak ada yang bisa mengatakan dengan pasti apa yang mungkin terjadi selama tiga hari ke depan," katanya. "Kemungkinan besar Myanmar sedang menuju krisis konstitusional yang paling akut sejak penghapusan junta militer Myanmar lama pada tahun 2010."
REUTERS
Sumber:
https://www.reuters.com/article/us-myanmar-politics/military-threats-coup-fears-overshadow-myanmar-parliament-opening-idUSKBN29Y0G0?il=0