TEMPO.CO, Rangoon – Produsen produk konsumen raksasa Unilever telah menarik seluruh spanduk iklan dari toko-toko di Myanmar bagian barat pada Senin, 2 Juni 2014. Penarikan ini dilakukan lantaran Unilever menggunakan simboi ekstremis Budha yang disalahkan atas serangan berdarah terhadap kelompok minoritas Islam di negara ini.
Dikutip dari laman Irrawaddy.org, foto yang diperlihatkan Associated Press menunjukkan sebuah spanduk berwarna hijau membentang di atas etalase toko di ibu kota negara bagian Arakan, Sittwe.
Unilever telah mengkonfirmasi penggunaan spanduk di toko itu. Namun mereka menyangkal bahwa simbol tersebut sengaja disematkan di spanduk tersebut. Sher Mazari, Direktur Urusan Internal Unilever, menyatakan simbol tersebut berada di spanduk tanpa izin perusahaan.
“Kami tidak terlibat dalam kegiatan politik apa pun,” katanya. “Kami juga menentang segala bentuk diskriminasi dalam bentuk apa pun, termasuk agama dan etnis. Hal ini dilakukan tanpa sepengetahuan kami.”
Rupanya, menurut Mazari, beberapa pemilik usaha meminta sendiri kepada kontraktor Unilever untuk menyematkan simbol tersebut di spanduk. Atas kejadian ini, Unilever akhirnya menarik seluruh spanduk dan menggantinya dengan iklan yang baru.
Kota Sittwe memang dikenal sebagai sarang kekerasan sektarian yang telah menewaskan 280 orang dan memaksa 140 ribu lainnya mengungsi dalam dua tahun terakhir. Sebagian besar korban kekerasan ini adalah muslim Rohingya yang terus dijadikan sasaran oleh mayoritas penganut Budha di negara ini.
ANINGTIAS JATMIKA | IRRAWADDY.ORG
Terpopuler
Meja Tua Milik Hitler Ditemukan
Bahas Penyadapan, SBY Bertemu Abbott di Batam Besok
Lawan Junta Militer, Thailand Terinspirasi Hunger Games