TEMPO.CO, Jenewa - Sebuah tim pencari fakta PBB telah menemukan bukti bahwa pemerintah Suriah bertanggung jawab atas kejahatan perang dalam perang saudara di negeri itu. Walau Komisaris Tinggi PBB untuk hak asasi manusia, Navi Pillay, tidak menyebut nama Presiden Bashar al-Assad, dia berpendapat bukti yang dikumpulkan oleh Komisi Penyelidikan PBB di Suriah berimplikasi pada orang nomor satu Suriah itu.
"Para anggota panel telah menggariskan pandangan mereka bahwa fakta-fakta mengarah pada kejahatan yang sangat serius, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan," kata Pillay kepada wartawan di Jenewa, Swiss. Tanggung jawab, katanya, ada di tingkat tertinggi pemerintahan saat ini, termasuk kepala negara.
Namun, Pillay menolak mengatakan apakah al-Assad disebut dalam daftar tersangka dalam rumusan panel itu. "Daftar ini rahasia," katanya, menambahkan bahwa dirinya pun belum mendapatkan akses pada dokumen itu.
Pillay mengatakan bukti juga menunjukkan bahwa pemberontak telah melakukan kejahatan perang. Ia menyatakan, sebagian besar kematian--lebih dari 100 ribu sejak perang saudara dimulai pada 2011--adalah dari serangan yang melanggar hukum dengan senjata konvensional, bukan senjata kimia.
Sebuah tim dari organisasi bersama untuk Pelarangan Senjata Kimia dan PBB yang bertugas mengawasi penghancuran senjata kimia Suriah sudah memulai tugasnya pada bulan Oktober. Resolusi Dewan Keamanan PBB menetapkan batas waktu pertengahan 2014 bagi Suriah untuk menghancurkan senjata kimia atau menghadapi konsekuensi sanksi. "Tujuannya adalah untuk memindahkan bahan kimia paling berbahaya dari negara secepat mungkin," kata Sigrid Kaag, kepala tim gabungan.
Namun, kehadiran inspektur senjata kimia tidak menghentikan masuknya senjata konvensional ke Suriah. Seperti yang terjadi pada September, Amerika Serikat diketahui memasuk artileri dan senjata anti-tank untuk pemberontak Suriah. Pada saat bersamaan, Rusia memasok senjata pada pemerintah Suriah.
REUTERS | TRIP B