TEMPO.CO, Baghdad — Serangkaian bom mobil menyerang kantong-kantong penganut Syiah di Irak, Jumat, 8 Februari 2013. Para pelaku yang diduga ekstrimis Sunni membidik pasar di hari libur agar korban sangat banyak. Ledakan empat bom mobil yang terjadi di ibu kota Baghdad dan Provinsi Babil menewaskan sedikitnya 31 warga dan melukai puluhan lainnya.
Serangan diawali oleh dua ledakan bom di pasar burung di kawasan Kadhimiyah, Baghdad, yang didominasi warga Syiah. Saat ledakan bom pertama terjadi pada pagi hari, pengunjung yang panik berhamburan keluar pasar. Namun, korban jiwa tak terelakkan karena bom kedua meledak hanya beberapa menit kemudian.
Sedikitnya 17 warga tewas dan 45 lainnya terluka dalam serangan ini. Seluruh korban, menurut polisi, merupakan warga sipil.
Sekitar satu jam berikutnya, dua bom lain meledak di halte Kota Hilla, Provinsi Babilon, dan pasar sayuran Kota Shomali di Provinsi Hilal, 100 kilometer sebelah selatan Baghdad. Polisi setempat mengatakan kedua serangan ini menewaskan 14 orang dan melukai 26 lainnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut. Namun pejabat Irak menyatakan, para militan Sunni yang berafiliasi dengan Al Qaidah, diduga berada di balik serangan terhadap warga kelompok Syiah.
Serangan ini menambah jumlah korban tewas dalam aksi kekerasan di Irak. Sebanyak 89 warga Irak tewas dalam berbagai serangan dalam sepekan terakhir. Serangan-serangan itu termasuk rentetan aksi bom bunuh diri yang terjadi beberapa hari terakhir.
Ketegangan antara kelompok Sunni melawan pemerintah yang didominasi Syiah juga terjadi di wilayah barat dan utara Irak. Bersamaan dengan serangan bom di kantong Syiah, puluhan ribu warga Sunni melakukan unjuk rasa di dekat Kota Ramadi, yang berbatasan dengan Yordania.
Massa memblokade jalan tol dan menggunkannya untuk salat Jumat. Warga kelompok Sunni ini menuntut agar pemerintah Irak segera mundur. Namun, demonstrasi berlangsung damai walau kelompok Al-Qaeda menyarankan massa mengangkat senjata melawan pemerintah.
L AP | BBC | REUTERS | SITA PLANASARI AQUADINI