TEMPO.CO , Yangon - Presiden Myanmar, Thein Sein, mengumumkan keadaan darurat di barat negara itu menyusul bentrokan antara umat Buddha dan Muslim. Dalam insiden ini, sedikitnya delapan orang tewas dan 17 terluka.
"Kekerasan sektarian bisa menempatkan transisi Myanmar menuju demokrasi di atas resiko," katanya memperingatkan.
Sebelumnya pada hari Minggu, pihak berwenang memberlakukan jam malam di empat kota di wilayah Arakan, di mana ketegangan telah terus meningkat sejak pembunuhan 10 Muslim di atas bus pada awal Juni.
Melalui televisi, Thein Sein mengatakan kekerasan itu telah mengipasi kebencian dan keinginan untuk membalas dendam. "Jika kita menempatkan isu ras dan agama di garis depan, menempatkan kebencian yang tidak pernah berakhir, keinginan untuk balas dendam, dan tindakan anarkis di garis depan, dan jika kita terus membalas dan meneror serta membunuh satu sama lain, ada bahaya bahwa masalah ini akan berkembang dan bergerak ke luar Arakan," katanya.
Jika hal ini terjadi, katanya, maka stabilitas negara, perdamaian, dan proses demokratisasi akan terpengaruh dan bahkan akan hilang.
Ini adalah pertama kalinya Myanmar memberlakukan keadaan darurat setelah peralihan rezim. Status darurat, katanya, akan diberlakukan sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Seorang gadis 12 tahun diidentifikasi sebagai Razen Bibi menjadi orang kedelapan yang tewas dalam kerusuhan setelah dilaporkan ditembak pada hari Minggu oleh polisi anti huru hara di luar rumahnya di kota Maungdaw. Orang asing dilarang memasuki Maungdaw, tetapi staf lokal dari LSM internasional yang memantau Myanmar mengatakan mereka melihat tubuh yang dibawa pergi oleh polisi.
Pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi, akan berkunjung ke Eropa pekan ini, meminta rakyat tenang. Belum jelas apakah keadaan darurat akan mempengaruhi rencana perjalanannya atau tidak.
Akar kerusuhan adalah insiden pada tanggal 3 Juni di mana sekelompok Muslim peziarah dipukuli sampai mati oleh umat Buddha dari Arakan, diduga sebagai tanggapan terhadap perkosaan dan pembunuhan seorang wanita berusia 26 tahun oleh tiga pria Muslim pada akhir Mei.
Ketegangan rasial dan agama bukanlah hal yang baru di Arakan, yang terletak di perbatasan dengan Bangladesh dan memiliki jumlah Muslim terbanyak di Myanmar. Tetapi kekerasan saat ini adalah yang terburuk dalam satu dekade.
TRIP B | GUARDIAN
Berita Lainnya
Calon Penari Ini Jatuh dari Lantai 6 dan Selamat
Rusuh Berdarah Muslim dan Budha Ancam Myanmar
Capres Kenya Tewas Kecelakaan Heli
Al-Shabaab ''Ejek'' Obama: 10 Onta bagi Kepalanya
Mubarak Sempat Koma di Penjara
Serangan Gereja di Nigeria, Puluhan Orang Tewas