TEMPO.CO, Jakarta - Ketika Hamas mengumumkan bahwa mereka telah menyetujui proposal gencatan senjata Mesir-Qatar, Israel tampaknya gelagapan. Mereka memberi sinyal tidak ingin mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan mengatakan usulan itu bukan sesuatu yagn mereka setujui. Sinyal yang lebih eksplisit adalah pasukan militer Israel mengambil alih wilayah Palestina di perbatasan Mesir dengan Gaza di Rafah.
Mengapa Israel menolak usulan gencatan senjata tersebut?
Bagi banyak analis, pesan pemerintah Israel jelas: tidak akan ada gencatan senjata permanen, dan perang dahsyat di Gaza akan terus berlanjut.
"Israel ingin memiliki hak untuk melanjutkan operasi di Gaza," kata Mairav Zonszein, seorang analis senior di Israel-Palestina untuk International Crisis Group (ICG).
Ia menambahkan bahwa kesepakatan tampaknya mustahil terjadi selama Israel menolak untuk mengakhiri perang, untuk selamanya.
Baca Juga:
"Jika Anda memasuki kesepakatan gencatan senjata, maka Anda akan [pada akhirnya] membutuhkan gencatan senjata," katanya kepada Al Jazeera.
Pengeboman Israel atas Rafah bertujuan untuk membubarkan batalion Hamas dan menguasai penyeberangan Gaza-Mesir, yang dituduhkan oleh Israel telah digunakan oleh Hamas untuk menyelundupkan senjata ke daerah kantong yang terkepung tersebut. Namun, kelompok-kelompok kemanusiaan dengan cepat menunjukkan bahwa penutupan penyeberangan tersebut akan membawa konsekuensi bencana bagi lebih dari satu juta orang Palestina yang tinggal di Rafah, yang sebagian besar mengungsi.
Hal ini juga membahayakan harapan untuk mendapatkan kesepakatan antara Israel dan Hamas, yang telah lama diupayakan oleh Mesir, Qatar dan Amerika Serikat, yang mana William Burns, kepala Badan Intelijen Pusat (CIA), terlibat dalam upaya tersebut.
Israel mengatakan bahwa persyaratan gencatan senjata Hamas berbeda dengan proposal-proposal sebelumnya yang pernah mereka lihat. Namun para analis percaya bahwa isu yang lebih luas adalah bahwa Israel tidak bersedia menyetujui gencatan senjata permanen, bahkan setelah Hamas membebaskan tawanan Israel.
"Beberapa hari terakhir telah membuktikan bahwa Israel tidak benar-benar bernegosiasi dengan itikad baik. Pada saat Hamas menyetujui kesepakatan, Israel bersedia mengacaukannya dengan melakukan serangan ke Rafah," ujar Omar Rahman, seorang pakar Israel-Palestina dari Dewan Timur Tengah untuk Urusan Global, sebuah wadah pemikir di Doha, Qatar.
Tujuannya menghancurkan Gaza secara total,” katanya kepada Al Jazeera.