TEMPO.CO , Jakarta: -- Pemimpin gerakan demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi, meminta agar konstitusi yang dirancang oleh militer pada 2008 diamendemen. Suu Kyi beralasan, konstitusi itu memberi ruang yang luas untuk militer berkuasa, termasuk dapat menunjuk anggota kabinet, mengendalikan negara dalam situasi darurat, dan menguasai seperempat kursi di parlemen.
“Kita perlu mengamendemen beberapa bagian tertentu dari konstitusi,” kata Suu Kyi kepada ribuan pendukungnya saat ia berkunjung ke wilayah Dawei, sekitar 615 kilometer arah selatan dari rumahnya di Yangon, Minggu 29 Januari 2012.
Masyarakat internasional, ujar Suu Kyi, siap membantu Myanmar untuk meneruskan jalan menuju demokrasi. Pemimpin oposisi ini menjelaskan, ada sejumlah peraturan tertentu yang menghambat kebebasan rakyat. Pengajuan amendemen konstitusi akan dilakukan lewat parlemen.
Suu Kyi juga mengatakan untuk berjuang guna menyelesaikan konflik yang terjadi antara pasukan pemerintah dan pemberontak etnik minoritas Myanmar. “Keragaman bukan sesuatu yang ditakuti, melainkan dapat dinikmati,” ujar putri tokoh pembaruan Myanmar, Jenderal Aung San.
Seorang diplomat yang mengikuti kunjungan Suu Kyi ke Dawei mengatakan, kebijakan politik Suu Kyi semakin jelas. “Saya pikir ini pidato terbaik yang pernah saya dengar darinya,” ujar diplomat itu.
Meski kehadiran Suu Kyi bukan terkait dengan kampanye politiknya menjelang pemilihan umum sela pada 1 April mendatang, ribuan pendukungnya menyambut Suu Kyi layaknya saat kampanye. Mereka mengibarkan bendera partai dan mengenakan T-shirt dengan lukisan wajah Suu Kyi.
Suu Kyi dan partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), akan bertarung dalam pemilihan umum sela nanti untuk mengisi 40 kursi yang lowong di parlemen.
Sepanjang jalan mereka meneriakkan yel-yel “Panjang umur Ibu Aung San Suu Kyi”, dan Suu Kyi melambaikan tangannya dari dalam mobil. Ini merupakan kunjungan keempat Suu Kyi keluar dari Yangon setelah ia dibebaskan dari tahanan rumah pada 13 November 2010.
Para pendukung Suu Kyi mengatakan, kehadiran ibu dua anak ini akan membawa suara prodemokrasi sangat berpengaruh di parlemen. Selama ini mereka kesulitan menyuarakan pendapat mereka.
“Dia akan lebih mampu berbuat di dalam parlemen daripada dia berada di luar. Ada sejumlah hal amat penting, yakni isu etnis dan pembaruan politik yang perlu diperhatikan,” kata Ko Htin Kyaw, mantan tahanan politik yang ditangkap pada 2007 dan dibebaskan lewat amnesti bulan ini.
REUTERS | BBC | MARIA RITA