TEMPO.CO , Jakarta - Amerika Serikat mengutuk serangan bom mobil di Teheran Utara, Rabu, 11 Januari 2012, yang menyebabkan ahli nuklir Iran meninggal dunia.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional, Tommy Vietor, mengatakan Amerika Serikat "sama sekali tak memiliki hubungan" dengan serangan tersebut.
Baca Juga:
Mostafa Ahmadi-Roshan, seorang profesor yang bekerja di fasilitas pengayaan uranium di Natanz, tewas bersama sopirnya akibat sebuah ledakan bom yang diduga dilakukan pengendara motor.
Beberapa tahun belakangan ini sejumlah ilmuwan nuklir Iran banyak yang tewas. Iran menuduh di balik pelaku pembunuhan adalah Israel dan Amerika Serikat. Sebaliknya, kedua negara menolak tuduhan tersebut.
Selama ini Washington dan para sekutunya menuduh Teheran secara diam-diam telah mengembangkan senjata nuklir. Namun Iran berkeras membantah karena program nuklir yang dikembangkan semata-mata untuk tujuan damai.
Baca Juga:
"Amerika Serikat sama sekali tak ada kaitannya dengan peistiwa itu. Kami mengutuk seluruh aksi kekerasan termasuk kekerasan seperti ini," ujar Vietor.
Organisasi Atom Iran menguraikan bahwa pembunuhan terhadap ahlinya sebagai "sebuah tindakan keji". Wakil Presiden Iran Mohammad Reza Rahimi mengatakan kepada televisi pemerintah bahwa serangan bom tidak akan menghentikan "pengembangan" program nuklir negara.
Dalam laporannya kantor berita semiresmi Fars menyebutkan Ahmadi-Roshan, 32 tahun, adalah seorang dosen di sebuah universitas yang menjadi penyelia sebuah departemen pembangkit nuklir di Natanz.
Para pejabat Iran mengatakan serangan tersebut dilakukan oleh dua pengendara motor. Mereka menggunakan bom magnet yang dilemparkan ke arah mobil korban pada pagi hari di luar kampus.
Fars melaporkan Ahmadi-Roshan meninggal dunia seketika dalam mobil Peugeot 405. Sementara sopirnya tewas dalam perjalanan ke rumah sakit setelah menderita luka berat. Akibat ledakan, selain menewaskan korban, puing-puing mobil bergelantungan di atas pohon.
Iran menyebutkan serangan ini mirip dengan peristiwa pembunuhan terhadap tiga ahli nuklirnya dua tahun lalu. Salah seorang pejabat senior Israel mengatakan serangan tersebut sebagai "sebuah upaya balas dendam", tapi tidak diketahui siapa pelakunya.
"Saya tidak tahu siapa pelaku pelaku balas dendam terhadap ilmuwan Iran itu. Tapi saya pasti tidak akan menitikkan air mata," ujar juru bicara militer Brigadir Jenderal Yoav Mordechai dalam akun Facebook.
BBC | CHOIRUL