TEMPO Interaktif, Jakarta - Empat mahasiswa Palestina berhasil keluar dari Gaza dan memperoleh beasiswa kedokteran. Mereka akan dibiayai sepenuhnya oleh Organisasi Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) hingga selesai dan kembali ke Gaza.
"Kami lebih baik membangun kapasitas sumber daya manusia dengan memberikan beasiswa kepada mereka yang membutuhkan. Ini demi mempersiapkan kemerdekaan Palestina," ujar Sekretaris Jenderal BSMI, Muhamad Rudi, Selasa, 6 Desember 2011.
Empat mahasiswa itu adalah Mohammed J.M Shabat, 19 tahun, dan Abdelrahman Alnnweiri, 19 tahun, yang menerima beasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Nasional (UIN) Syarif Hidayatullah. Adapun dokter Moin Alshurafa, 41 tahun, mendapat beasiswa spesialisasi anestesi di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dan dokter Amin Alnawajha yang mendapat beasiswa spesialisasi syaraf di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
"Saya bahagia mendapat beasiswa di Indonesia. Apalagi (Indonesia) sebagai negara muslim yang terbesar, negaranya indah, dan orangnya baik-baik," ujar Abdelrahman Alnnweiri. Sementara itu, Mohammed J.M Shabat, penerima beasiswa lainnya, menyatakan bukan saatnya lagi rakyat Palestina mengandalkan beasiswa dari Mesir atau negara-negara Barat. "Itu saat dulu sebelum Palestina belum mengenal Indonesia," ujarnya.
Menurut BSMI, tidak mudah mengeluarkan para mahasiswa dari perbatasan Gaza. Selama ini BSMI harus melakukan sendiri pemenuhan prosedur persyaratan. Tidak seperti di Jalur Gaza, di sisi Ramallah, yang memiliki dasar perjanjian antarpemerintah. BSMI terkadang harus meminta bantuan otoritas Mesir untuk menembus perbatasan Gaza di sisi Raffah. "Jadi, tergantung bagaimana mood petugas-petugas Mesir itu," ujar Muhamad Rudi.
Salah satu yang sempat tertahan di ruang Imigrasi Mesir adalah Abdelrahman. Menurut Abdelrahman, dirinya sempat dipisahkan dari rombongan BSMI karena dikira wisatawan gelap oleh petugas otoritas Mesir. Ia terpaksa tertahan di ruang imigrasi selama satu hari satu malam. "Di dalam sana sudah ada sekitar 16 lainnya," ujar Abdelrahman.
Namun kini, kedua mahasiswa yang baru lulus sekolah menengah atas itu sudah bisa bernafas lega. Mereka sudah bisa bersekolah di Jakarta dan belajar bahasa Indonesia selama enam bulan pertama. Bulan Juni 2012 mereka diharapkan telah siap mengikuti perkuliahan. "Makanya, kami tidak izinkan mereka berbahasa Inggris. Mereka harus dipaksa belajar bahasa Indonesia," kata Muhamad Rudi.
Saat ini para mahasiwa Palestina itu sudah mendapatkan tempat tinggal di dekat Rumah Sakit Jakarta Medical Center. Sebagian dari mereka yang telah berkeluarga juga membawa keluarganya masing-masing. Menurut Muhamad Rudi, BSMI menghabiskan biaya sekitar Rp 11 miliar untuk membiayai mahasiswa-mahasiswa Palestina itu.
CHETA NILAWATY