TEMPO Interaktif, Damaturu - Status siaga satu dan jam malam mulai diberlakukan di Nigeria sejak Senin, 7 November 2011, setelah Amerika Serikat memperingatkan sinyal serangan terbaru setelah gelombang ledakan bom mematikan yang menewaskan 150 orang di bagian utara negeri itu.
Serangan pada akhir pekan lalu di Kota Damaturu adalah serangan terganas yang dilakukan Boko Haram, sebuah kelompok sektarian Islam di utara negeri terpadat di Benua Afrika tersebut.
Boko Haram, yang terinspirasi oleh Taliban, menyatakan akan melancarkan serangan di negara bagian Yobe dan Borno, yang dimulai pada Jumat pekan lalu. Sebanyak 11 polisi dan tujuh pelaku bom bunuh diri tewas.
Komisioner Polisi Yobe, Sulaimon Lawal, mengatakan jam malam diberlakukan Yobe. Pemerintah mengungkapkan serangan bom itu menewaskan lebih dari 50 orang. Kalangan aktivis meyakini jumlahnya tiga kali lipat. Menurut Presiden Civil Rights Congress, Shehu Sani, sedikitnya 152 orang tewas dalam rangkaian kekerasan.
"Lusinan orang yang terluka akhirnya meninggal di rumah sakit,” ujar Sani lewat telepon, kemarin, dari Kota Kaduna, 162 kilometer utara Ibu Kota Abudja. “Serangan bom bukan untuk melukai, melainkan membunuh.”
Dari Vatikan, Paus Benediktus XVI menyerukan “diakhirinya semua kekerasan” di Nigeria. “Saya mengikuti dengan keprihatinan mendalam peristiwa tragis yang dilaporkan dalam beberapa hari ini di Nigeria,” ucap Paus setelah misa mingguan Angelus. “Saya berdoa untuk para korban. Saya minta diakhirinya kekerasan yang tidak menyelesaikan masalah, tapi justru meningkatkannya, menabur kebencian, dan perselisihan di antara umat beriman.”
BLOOMBERG | TIMES OF INDIA | VANGUARD | DWI ARJANTO