Pekan ini, 40 partai mendaftar ke Komisi Pemilihan bentukan militer untuk ambil bagian terhadap terbentuknya pemerintahan sipil di negara berpenduduk 48 juta jiwa.
Amerika Serikat, Inggris, dan sejumlah kelompok hak asasi manusia mengatakan pemilihan menjadi tak berarti bila junta menolak keikutsertaan tahanan politik yang sekarang dalam penjara, termasuk penolakan terhadap peraih Nobel Perdamaian Aung Saan Suu Kyi.
Partai pimpinan Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi, yang memenangkan pemilihan umum terakhir pada 1990 namun ditentang militer, menolak mendaftar dengan alasan pemilu kali ini merupakan pemilu "tak jujur".
Suu Kyi, putri pahlawan nasional saat negaranya merebut kemerdekaan dari penjajah Inggris, pertama ditahan pada 1989 setahun setelah dia menyerukan reformasi politik. Dia menghabiskan 15 tahun dalam bui dari 21 tahun masa hukuman. Sisanya dihabiskan dalam tahanan rumah.
Sedikitnya tujuh partai yang mendaftar ke komisi pemilihan dipercaya mewakili militer yang akan mengontrol menteri-menteri kunci dan merebut 25 persen kuota kursi parlemen sesuai dengan undang-undang baru. Panglima angkatan darat akan menjadi lebih kuat posisinya dibandingkan presiden.
Salah satu partai politik oposisi terbesar Myanmar, Partai Demokrasi Persatuan (UDP), pekan ini, mengancam bakal menarik diri dari pemilu jika ada gejala tak sehat yang dilakukan oleh penguasa militer pada jalannya pemilu. Sejumlah partai bahkan menuduh unit mata-mata intelijen rezim militer mencoba mengitimasi anggota mereka.
Para pengamat politik dan diplomat, meskipun demikian, mengatakan pemilihan dapat menjadi pertanda titik balik secara perlahan kembalinya kekuasaan pemerintah sipil bebas dari kontrol militer. Mereka menambahkan bahwa ini merupakan proses evolusi pergeseran dari junta militer.
REUTERS | CHOIRUL