Dalam sebuah petisi sebelum pengadilan di Lahore kemarin, pemerintah meminta izin untuk mewawancarai para "godfather" program nuklir negara itu dan untuk menghindari berbicara lebih terbuka atas isu-isu sensitif.
Upaya itu seiring dengan publikasi terbaru dua tulisan di koran Amerika Serikat yang memberikan perincian tuduhan lama bahwa Khan--sepengatahuan militer Pakistan--terlibat dalam upaya tak sah mentransfer teknologi ke dua negeri Teluk tersebut.
Laporan-laporan itu mengklaim bahwa para pejabat tinggi Iran membujuk Pakistan pada akhir 1980-an dan membeli pengetahuan nuklir. Selain itu, Saddam Hussein telah ditawari teknologi nuklir oleh seorang penghubung Dr Khan pada 1990.
Laporan di Washington Post menyebutkan, meskipun diktator Irak tak sepakat, cetak birunya sudah dijual ke Iran. Itu merupakan klaim lama bahwa teknologi yang kini dimiliki Iran berasal dari Pakistan, tapi pihak berwenang selalu berusaha memojokkan Khan sebagai operator yang tidak dapat diandalkan, bertindak hanya demi uang.
"Kami pada dasarnya minta izin untuk menemui Khan serta menyelidiki masalah ini. Selain itu, melarang dia membuat pernyataan dan berinteraksi dengan seseorang," ujar Naveed Inayat Malik, pengacara pemerintah Pakistan, kepada Reuters. Kasus ini ditunda sampai besok.
Pekan ini sebuah delegasi yang dipimpin Menteri Luar Negeri Shah Mahmood Qureshi bertandang ke Amerika untuk melakukan perundingan yang strategis. Diduga Pakistan, yang masih dibekap krisis listrik, mencari satu kesepakatan dengan Washington untuk mengembangkan nuklir buat kepentingan sipil, sebagaimana Amerika bersepakat dengan India pada 2008.
Khan, 73 tahun, yang mengaku pada 2004 telah menjual teknologi awal nuklir ke Iran, Korea Utara, dan Libya, menantang larangan pemerintah. Sehari setelah pengakuan di televisi, dia diampuni Jenderal Pervez Musharraf. Tetapi dia menarik kembali pengakuan dan menyatakan Musharraf mencoba memanfaatkannya sebagai kambing hitam.
The Independent | NTI | Washington Post | Dwi A