TEMPO Interaktif, Jakarta - Brasil menolak permintaan Amerika terkait sanksi baru terhadap Iran atas program nuklirnya dan menegaskan selama kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Rodham Clinton ke negaranya bahwa mereka tidak akan ikut mendukung tekanan internasional itu.
Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva kepada Clinton bahkan terang-terangan menolak. Brasil saat ini duduk dalam Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai anggota tidak tetap. Sementara itu, Amerika terus mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menjatuhkan hukuman berat bagi Iran.
"Tidaklah bijaksana untuk menyudutkan Iran," Silva kepada wartawan beberapa jam sebelum pertemuan dengan Clinton. "Hal yang bijaksana adalah melakukan perundingan."
Dalam konferensi pers, Clinton mengatakan ia menghormati posisi Brazil tetapi ia mengatakan kemungkinan bernegosiasi dengan Iran tetap terbuka namun itu hanya akan terjadi jika ada sanksi baru.
"Pintu masih terbuka untuk negosiasi. Kami tak pernah menutupnya," kata Hillary.
Iran mempercepat program nuklirnya meski masih diperdebatkan dalam menghadapi sanksi PBB sebelumnya. Amerika dan pendukung lain menuntut Iran ke meja perundingan
Menteri Luar Negeri Brasil Celso Amorim menyampaikan pesan senada dengan Silva. "Kami tidak akan begitu saja tunduk pada konsensus yang berkembang jika kami tidak setuju," cetus Amorim. "Kami harus berpikir sendiri dan dengan nilai-nilai dan prinsip kami," tandasnya.
Pemerintah Amerika dan Uni Eropa telah lama mencurigai Iran diam-diam berupaya mengembangkan senjata atom lewat program nuklir yang dijalankannya. Namun pemerintah Teheran bersikeras bahwa program nuklirnya semata-mata untuk tujuan damai, yakni sebagai pembangkit energi.
Iran memang memiliki bisnis yang luas dan ikatan-ikatan lain dengan sebagian besar negara di dunia, dan Clinton mengatakan negeri raksasa minyak itu memanfaatkan hubungannya untuk mencoba menghindari sanksi PBB yang baru.
AP | HAYATI MAULANA NUR