TEMPO Interaktif,!-- @page { size: 21cm 29.7cm; margin: 2cm } P { margin-bottom: 0.21cm } --> Sana'a - Presiden Yaman mengatakan siap untuk berbicara dengan anggota al-Qaidah yang meninggalkan kekerasan. Hal ini untuk menunjukkan kepada kelompok militan itu bahwa dia telah memberikan kelonggaran meski tekanan Amerika Serikat untuk menindak kelompok teror.
"Dialog adalah cara terbaik ... bahkan dengan al-Qaidah, jika mereka mau menyisihkan senjata mereka," kata Presiden Ali Abdullah Saleh dalam sebuah wawancara dengan televisi Abu Dhabi.
Dia mengatakan Yaman akan mengejar orang-orang yang melanjutkan peperangan, tetapi "kami siap untuk mencapai kesepakatan dengan siapa pun yang menjauhi kekerasan dan terorisme."
Yaman bergerak hati-hati dalam memerangi al-Qaidah, khawatir atas kemungkinan serangan balasan di mana kemarahan terhadap di Amerika Serikat meluas. Ribuan veteran telah melewati pertempuran di masa lalu yang dianggap "perang suci" di Afghanistan, Bosnia, Chechnya, dan Irak. "Setiap gerakan terhadap al-Qaidah akan menyebabkan jatuhnya rezim Yaman," Ali Mohammed Omar memperingatkan, warga Yaman yang berperang di Afghanistan dari 1990-1992.
Jika Amerika dan sekutu-sekutunya secara langsung terlibat, "seluruh orang-orang Yaman akan menjadi al-Qaidah. Bukannya 30 atau 40 orang, itu akan menjadi jutaan," katanya kepada The Associated Press dalam sebuah wawancara.
Sementara Amerika Serikat telah meningkatkan dana dan pelatihan bagi pasukan Antiteror Yaman. Al-Qaida di Yaman dianggap menjadi ancaman global setelah usaha yang gagal untuk mengebom pesawat jet penumpang Amerika pada Hari Natal.
Saleh mengatakan pemerintah telah dilemahkan oleh berbagai perang dan krisis. Memiliki sedikit wewenang di luar wilayah sekitar ibu kota, dan suku-suku besar mendominasi wilayah pegunungan yang miskin karena pemerintah pusat gagal untuk mengembangkan daerah mereka.
AP| NUR HARYANTO