TEMPO.CO, Jakarta - Setelah membuat namanya terkenal dengan negosiasi Brexit, salah satu kekacauan paling hebat yang dihadapi Brussel dalam beberapa tahun terakhir, Michel Barnier kini menghadapi tugas yang sama menakutkannya: menjalankan sebuah negara yang dilanda perpecahan politik yang mendalam.
Presiden Emmanuel Macron menunjuk Barnier, 73 tahun, sebagai perdana menteri Prancis yang baru pada Kamis, 5 September 2024, mengakhiri pencarian selama berminggu-minggu setelah keputusannya untuk mengadakan pemilihan legislatif mendadak malah menghasilkan parlemen yang sulit diatur. Kali ini pilihannya tidak boleh salah, dengan meningkatnya pertanyaan mengenai apakah ia akan menjalani masa jabatan kedua dan terakhirnya hingga 2027.
Barnier, seorang politisi konservatif veteran Prancis yang merupakan negosiator Uni Eropa selama pembicaraan perceraian dengan Inggris, menghadapi situasi yang tidak mudah. Tugas beratnya termasuk harus mendorong legislasi anggaran yang akan segera terjadi dengan pemotongan pengeluaran yang besar melalui parlemen yang sangat terpecah.
Pilihan ini tampaknya demi menyenangkan para investor, dengan biaya pinjaman pemerintah yang sedikit turun dan euro naik.
Penunjukan Barnier mencerminkan pandangan Macron bahwa pemilihan umum menghasilkan parlemen yang condong ke kanan-tengah, meskipun aliansi sayap kiri, yang dengan tergesa-gesa dibentuk untuk memblokir sayap kanan dari kekuasaan, menjadi pemenang. Kaum kiri menyebut penunjukan tersebut sebagai "kudeta demokratis" dan mengumumkan protes di jalanan.
Yang terpenting, Barnier mendapatkan dukungan tentatif dari partai sayap kanan Marine Le Pen, National Rally (RN), meskipun dengan pamrih yang berarti Barnier kemungkinan besar akan berada di bawah tekanan dari semua pihak.
"Kami akan memohon agar keadaan darurat utama Prancis - krisis biaya hidup, keamanan, imigrasi - akhirnya dapat diatasi, dan kami mencadangkan semua sarana politik untuk bertindak jika hal ini tidak terjadi dalam beberapa minggu mendatang," kata presiden partai RN, Jordan Bardella, di Twitter.
Lahir pada 1951 di dekat kota Grenoble di pegunungan Alpen Prancis, Barnier pertama kali menjadi anggota parlemen pada usia 27 tahun, dan kemudian masuk dalam beberapa pemerintahan Prancis, termasuk sebagai menteri luar negeri dan menteri pertanian.
Dia telah lama memegang jabatan senior di Uni Eropa, termasuk komisaris kebijakan regional dan komisaris pasar internal.
Selama negosiasi Brexit, ia menjadi momok bagi kubu anti-Uni Eropa di Inggris, yang menganggapnya sebagai personifikasi obsesi Brussels untuk menegakkan aturan-aturannya. Juru kampanye Brexit veteran Inggris, Nigel Farage, menyambut pengumuman hari Kamis dengan mencap Barnier sebagai "seorang fanatik Uni Eropa".