TEMPO Interaktif, Kuwait: Warga Kuwait memilih anggota parlemen perempuan untuk pertama kalinya dan menolak kandidat fundamentalis Islam di pemilihan akhir pekan yang diharapkan membawa kestabilan terhadap negara itu.
Para perempuan memperoleh hak untuk memberikan suara dan mencalonkan diri untuk dipilih pada tahun 2005, namun gagal dalam dua pemilu sebelumnya untuk memenangkan kursi di parlemen beranggotakan 50 orang. Empat perempuan terpilih dalam pemilihan Sabtu, menurut hasil resmi yang dibacarakan oleh hakmin di stasiun televisi milik negara hari Minggu.
Kuwait telah memimpin kawasan itu dalam memberikan hak-hak demokratis terhadap warganya. Negara itu memiliki anggota parlemen yang dipilih melalu pemilu, namun anggota kabinetnya ditunjuk dan dipimpin oleh keluarga yang memegang kekuasaan.
Politikus agama telah menentang pemberian hak politik kepada perempuan. Pada saat yang sama mereka menekan pelaksanaan syariat di negara kaya minyak sekutu Amerika itu.
"Ini adalah sebuah pesan bahwa warga Kuwait telah beralih dari pergerakan yang didasarkan kebencian," kata komentator politik Sami al-Nisf.
Banyak pemilih juga mengatakan mereka sudah lelah dengan pergolakan politik yang ditandai oleh serangan parlemen terahadap anggota-anggota Kabinet, yang sering berujung pada upaya pada pemakzulan para menteri.
Semua pemenang perempuan meraih Ph.D dari Amerika Serikat. Di antara mereka adalah ekonom dan aktivis hak perempuan Rola Dashti, yang berjuang di pengadilan atas hak-hak politik bagi perempuan Kuwait bertahun-tahun sebelum legilator menyetejui rancangan undang-undang.
Dua perempuan yang lain adalah profesor pendidikan Salwa Al-Jassar dan profesor filsafat Aseel al-Awadhi.
Kolumnis koran Al-Nisf mengatakan kemenangan kandidat perempuan adalah sebuah pencapaian yang membanggakan tidak hanya di Kuwait, tapi juga di seluruh wilayah.
AP | EZ