Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kisah Pidato Malala Yousafzai di Hadapan Sidang PBB

image-gnews
Layar menampilkan Malala Yousafzai saat berpidato di rapat pleno PBB Sustainable Development Summit 2015 di Markas PBB, Manhattan, New York,  25 September 2015. Malala mendesak para pemimpin dunia untuk
Layar menampilkan Malala Yousafzai saat berpidato di rapat pleno PBB Sustainable Development Summit 2015 di Markas PBB, Manhattan, New York, 25 September 2015. Malala mendesak para pemimpin dunia untuk "menjaga komitmen Anda dan berinvestasi di masa depan kita." REUTERS/Mike Segar
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Malala Yousafzai merupakan aktivis wanita asal Pakistan yang juga peraih termuda Nobel Perdamaian.

Pidatonya di hadapan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB mendapatkan tepuk tangan meriah dari petinggi-petinggi dunia tersebut.

Sosok Malala

Malala Yousafzai lahir di Mingora, Pakistan pada 12 Juli 1997. Setiap tanggal 12 Juli sudah ditetapkan oleh PBB sebagai Hari Malala.

Dia merupakan warga negara pakistan dan seorang aktivis yang memperjuangkan pendidikan dan hak-hak perempuan. 

Melansir dari laman resmi United Nations atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Malala Yousafzai menjadi simbol internasional perjuangan untuk pendidikan anak perempuan setelah dia ditembak pada 2012 karena menentang pembatasan Taliban terhadap pendidikan perempuan di negara asalnya, Pakistan. 

Pada 2009, Malala mulai menulis blog dengan nama samaran tentang meningkatnya aktivitas militer di kota asalnya dan tentang ketakutan sekolahnya akan diserang. Setelah identitasnya terungkap, Malala dan ayahnya, Ziauddin Yousafzai, terus menyuarakan hak atas pendidikan.

Serangan Taliban terhadap Malala pada 9 Oktober 2012 saat dia pulang dari sekolah bersama teman-temannya mendapat kecaman dari seluruh dunia. Di Pakistan, lebih dari 2 juta orang menandatangani petisi hak atas pendidikan, dan Majelis Nasional meratifikasi RUU Hak atas Pendidikan Wajib dan Gratis yang pertama di Pakistan.

Pada 2013, Malala dan ayahnya ikut mendirikan Malala Fund untuk menyadarkan dampak sosial dan ekonomi dari pendidikan anak perempuan dan memberdayakan anak perempuan untuk menuntut perubahan. Pada Desember 2014, ia menjadi penerima Hadiah Nobel Perdamaian termuda. Sekretaris Jenderal António Guterres menunjuk Malala sebagai Utusan Perdamaian PBB pada tahun 2017 untuk membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan anak perempuan.

Pidato Di Depan PBB 2013

Melansir dari laman resmi Malala Fund, berikut isi pidato Malala Yousafzai di depan PBB pada 12 Juli 2013: 

Bismillahirrahmanirrahim. Dengan nama Tuhan, yang paling penyayang, paling dermawan. 

Saya tidak tahu harus mulai dari mana pidato saya. Saya tidak tahu apa yang diharapkan orang untuk saya katakan. Tapi pertama-tama, terima kasih kepada Tuhan yang menganggap kita semua sama dan terima kasih kepada setiap orang yang telah berdoa untuk kesembuhan saya yang cepat dan kehidupan baru. 

Saya tidak percaya betapa banyak cinta yang ditunjukkan orang kepada saya. Saya telah menerima ribuan kartu ucapan selamat dan hadiah dari seluruh dunia. Terima kasih untuk mereka semua. Terima kasih kepada anak-anak yang kata-katanya tidak bersalah menyemangati saya. Terima kasih kepada orang tua saya yang doanya menguatkan saya. 

Ada ratusan aktivis hak asasi manusia dan pekerja sosial yang tidak hanya berbicara untuk hak asasi manusia, tetapi berjuang untuk mencapai tujuan pendidikan, perdamaian dan kesetaraan. Ribuan orang telah dibunuh oleh para teroris dan jutaan telah terluka. Saya hanyalah salah satunya.

Jadi di sini saya berdiri, satu di antara banyak gadis. Saya berbicara bukan untuk diri saya sendiri, tetapi untuk semua anak perempuan dan laki-laki.

Saya meninggikan suara saya bukan agar saya bisa berteriak, tetapi agar mereka yang tidak bersuara dapat didengar. Mereka yang telah memperjuangkan haknya. 

Hak mereka untuk hidup damai. Hak mereka untuk diperlakukan dengan bermartabat. Hak mereka atas persamaan kesempatan. Hak mereka untuk dididik.

Dear Friends, pada tanggal 9 Oktober 2012, Taliban menembak saya di sisi kiri dahi saya. Mereka juga menembak teman-teman saya. Mereka mengira peluru itu akan membungkam kami. Tapi mereka gagal. Dan kemudian, dari keheningan itu muncul, ribuan suara. Para teroris mengira bahwa mereka akan mengubah tujuan kami dan menghentikan ambisi kami, tetapi tidak ada yang berubah dalam hidup saya kecuali ini: Kelemahan, ketakutan, dan keputusasaan mati. Kekuatan, kekuatan dan keberanian lahir. Saya Malala yang sama. Ambisi saya sama. Harapanku sama. Mimpiku juga sama.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saudara dan saudari terkasih, saya tidak menentang siapa pun. Saya juga tidak di sini untuk berbicara tentang balas dendam pribadi terhadap Taliban atau kelompok teroris lainnya. Saya di sini untuk berbicara tentang hak pendidikan setiap anak. Saya ingin pendidikan untuk putra dan putri semua ekstremis terutama Taliban.

Saya bahkan tidak membenci Thalib yang menembak saya. Bahkan jika ada pistol di tanganku dan dia berdiri di depanku. Saya tidak akan menembaknya. Ini adalah welas asih yang saya pelajari dari Muhammad, Yesus Kristus dan Sang Buddha. Inilah warisan perubahan yang saya warisi dari Martin Luther King, Nelson Mandela, dan Muhammad Ali Jinnah. Inilah filosofi non-kekerasan yang saya pelajari dari Gandhi Jee, Bacha Khan dan Bunda Teresa. Dan inilah pengampunan yang saya pelajari dari ibu dan ayah saya. Inilah yang jiwaku katakan padaku, jadilah damai dan cintai semua orang.

 Sekretaria Jenderal yang terhormat...

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Diserang Israel, Presiden Iran Justru Kunjungi Pakistan Pekan Ini

5 hari lalu

Diserang Israel, Presiden Iran Justru Kunjungi Pakistan Pekan Ini

Presiden Iran Ebrahim Raisi akan melakukan kunjungan resmi ke Pakistan mulai pekan ini, meski negara itu baru saja diserang Israel pada Jumat lalu


Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

5 hari lalu

Maung Zarni. Rohringya.org
Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

Maung Zarni, aktivis hak asasi manusia dan pakar genosida asal Myanmar, dinominasikan Hadiah Nobel Perdamaian 2024, oleh penerima Nobel tahun 1976


10 Negara dengan Biaya Hidup Termurah di Dunia, Indonesia Masuk?

11 hari lalu

Polisi berjalan melewati orang-orang yang mengantri untuk memberikan suara mereka di luar tempat pemungutan suara saat pemilihan umum, di Peshawar, Pakistan, 8 Februari 2024. REUTERS/Fayaz Aziz
10 Negara dengan Biaya Hidup Termurah di Dunia, Indonesia Masuk?

Negara dengan biaya hidup termurah di dunia pada 2024, Pakistan berada di urutan pertama


Profil Korban Jiwa Penusukan di Australia: Ibu Baru, Mahasiswi Cina hingga Pengungsi Ahmadiyah

12 hari lalu

Korban penusukan di Australia. Istimewa
Profil Korban Jiwa Penusukan di Australia: Ibu Baru, Mahasiswi Cina hingga Pengungsi Ahmadiyah

Warga Australia berduka atas kematian lima perempuan dan seorang pria penjaga keamanan pengungsi asal Pakistan.


Jerman Disebut Minta NATO Blokir Embargo Senjata PBB terhadap Israel

21 hari lalu

Annalena Baerbock bersama Armin Laschet  (kanan) dan Olaf Scholz (kiri)  berfoto sebelum debat televisi calon kanselir Jerman di Berlin,  12 September 2021. (Michael Kappeler/Pool via REUTERS)
Jerman Disebut Minta NATO Blokir Embargo Senjata PBB terhadap Israel

Menlu Jerman Annalena Baerbock disebut mendesak NATO untuk memblokir rancangan resolusi PBB yang menyerukan penghentian ekspor senjata ke Israel.


Risiko Genosida di Gaza, Dewan HAM PBB Rancang Resolusi Embargo Senjata Israel

23 hari lalu

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi berbicara dalam Sidang ke-55 Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, pada Senin 26 Februari 2024. ANTARA/HO-akun X @Menlu_RI
Risiko Genosida di Gaza, Dewan HAM PBB Rancang Resolusi Embargo Senjata Israel

Dewan HAM PBB akan mempertimbangkan rancangan resolusi pada Jumat 5 April 2024 yang menyerukan embargo senjata terhadap Israel.


Asif Ali Zardari Terpilih sebagai Presiden Pakistan, Mengenali Perjalanan Politiknya

46 hari lalu

Presiden Pakistan Asif Ali Zardari. AFP/MUSTAFA OZER
Asif Ali Zardari Terpilih sebagai Presiden Pakistan, Mengenali Perjalanan Politiknya

Asif Ali Zardari mantan suami Benazir Bhutto yang dua kali menjabat perdana menteri Pakistan


Putusan Pengadilan Pakistan: Hukuman Gantung Zulfikar Ali Bhutto Sewenang-wenang

51 hari lalu

Gedung Mahkamah Agung Pakistan di Islamabad, Pakistan. REUTERS/Akhtar Soomro
Putusan Pengadilan Pakistan: Hukuman Gantung Zulfikar Ali Bhutto Sewenang-wenang

44 tahun lalu, Zulfikar Ali Bhutto, ayah Benazir Bhutto, dihukum gantung dengang sewenang-wenang di bawah rezim militer Pakistan Jenderal Zia-ul-Haq.


Partai Sekutu Imran Khan Tak Penuhi Syarat Masuk Parlemen Pakistan

53 hari lalu

Mantan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan berhenti sejenak saat berbicara dengan Reuters selama wawancara, di Lahore, Pakistan 17 Maret 2023. REUTERS/Akhtar Soomro/
Partai Sekutu Imran Khan Tak Penuhi Syarat Masuk Parlemen Pakistan

Kandidat independen dari Dewan Sunni Ittehad (SIC) yang didukung partai Imran Khan, yakni Pakistan Tehreek-e-Insaf tak memenuhi syarat masuk parlemen.


Bulog Membeli Beras 300 Ribu Ton dari Thailand dan Pakistan, Tambah Stok Jelang Ramadan

54 hari lalu

Seorang pedagang menjual beras di pasar di Kota Quezon, Filipina pada 6 September 2023. (Xinhua/Rouelle Umali)
Bulog Membeli Beras 300 Ribu Ton dari Thailand dan Pakistan, Tambah Stok Jelang Ramadan

Perum Bulog mengimpor beras sebanyak 300 ribu ton dari Thailand dan Pakistan untuk memperkuat stok pangan nasional menghadapi Ramadan dan Idul Fitri