TEMPO.CO, Jakarta - Korps tentara bayaran yang direkrut dari mantan tahanan atau narapidana penjara Rusia atau yang juga dikenal dengan Grup Wagner. Pasukan yang telah bertempur di palagan paling berdarah selama 16 bulan di Ukraina tersebut saat ini dipimpin oleh Prigozhin.
Seperti dilansir dari laman Reuters, pasukan Grup Wagner yang berisi tentara bayaran baru-baru ini melakukan pemberontakan kecil di Rusia. Pemimpin pasukan Wagner, Prigozhin mengklaim bahwa pemberontakan kilat tersebut bertujuan untuk menurunkan Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu yang dianggap inkompeten karena telah menahan amunisi yang dimiliki oleh tentara Rusia sehingga menyebabkan kekacauan di palagan Ukraina.
Dalam pemberontakan kilat tersebut, pasukan tentara bayaran Wagner sempat menguasai markas militer yang berada di area sebelah selatan di luar Ibu Kota Moskow tanpa adanya perlawanan senjata. Markas militer yang berada di kota Rostov tersebut berperan sebagai pusat logistik Rusia untuk keseluruhan invasi Rusia di Ukraina.
Berdasarkan rekaman video yang didapat dari media sosial dengan metode OSINT atau Open Source Intelligence tersebut memperlihatkan bahwa penduduk Rostov terlihat berkerumun dengan tenang, sembari ada beberapa penduduk yang merekam kejadian di sekitar saat pasukan Wagner dengan kendaraan lapis bajanya berhasil merangsek masuk ke kota tersebut.
Bahkan dalam cuplikan video tersebut juga terdapat seorang wanita yang bertanya kepada salah satu tentara bayaran Wagner. Dalam percakapannya, wanita tersebut tampak khawatir dengan situasi yang terjadi pada saat itu, tetapi tentara bayaran Wagner menenangkan wanita tersebut dengan mengatakan bahwa “Tidak akan ada perang saudara,”.
Muasal Grup Wagner
Wagner Group atau Grup Wagner merupakan perusahaan swasta Rusia yang beroperasi di berbagai sektor, termasuk sektor militer dan keamanan. Seperti dilansir dari laman csis.org, perusahaan ini didirikan oleh Dmitry Utkin pada 2014 dan berkantor pusat di St. Petersburg, Rusia.
Sebelum terbentuk, embrio Wagner telah ada dengan terbentuknya kelompok para-militer sekaligus perusahaan militer privat yang bernama Slavonic Corps di Hong Kong pada 2013 oleh dua pegawai perusahaan keamanan privat Rusia.
Kelompok atau korps militer tersebut memperoleh penugasan pertamanya di Suriah di bawah pimpinan Moran Security Group, yang pada saat itu diminta Rusia untuk membantu pemerintah Suriah dalam memerangi kelompok ISIS. Namun demikian, Moran Security Group dianggap inkompeten sehingga digantikan oleh Slavonic Corps yang merupakan cikal bakal Wagner Group.
Namun demikian, upaya Slavonic Corps dalam membantu pemerintah Suriah dianggap gagal setelah permasalahan yang berkaitan dengan logistik dan kesalahan koordinasi. Dengan demikian, prajurit yang berhasil bertahan dikembalikan ke Rusia yang nantinya akan berubah menjadi Wagner Group.
Berdasarkan artikel ilmiah yang ditulis oleh Christopher Faulkner dengan judul “Undermining Democracy and Exploiting Clients: The Wagner Group’s Nefarious Activities in Africa” menyebut saat ini tentara bayaran yang dimiliki oleh Wagner dikabarkan berjumlah sekitar 50.000 personel. Tentara bayaran tersebut mayoritas merupakan mantan tahanan penjara Rusia.
Pelanggaran HAM
Wagner Group juga menuai kritik atas pelanggaran hak asasi manusia yang dilaporkan terjadi selama konflik di mana mereka terlibat. Laporan tentang kekerasan, penindasan, dan pelanggaran hukum internasional oleh pasukan Grup Wagner telah muncul dalam beberapa tahun terakhir.
Selama berdiri sejak 2014, Grup Wagner telah terlibat dalam beberapa perang, termasuk Krisis Krimea, Perang Donbas yang terjadi mulai 2014 hingga 2022, Perang Suriah dari 2015 hingga 2019, Perang Saudara Sudan Selatan, hingga invasi Rusia atas Ukraina.
REUTERS | CTC | CSIS.ORG
Pilihan editor : Zelensky Sebut Putin Ketakutan dan Sembunyi Saat Grup Wagner Memberontak