TEMPO.CO, Jakarta - PM Inggris Liz Truss mundur pada Kamis, 20 Oktober 2022 atau hanya enam pekan menjabat sebagai Perdana Menteri. Pergantian kekuasaan di Inggris yang memaksa mundurnya Truss, berpeluang membuat negara tersebut dijabat oleh 3 perdana menteri dalam kurun tidak lebih dari satu tahun.
"Saya mengakui bagaimana pun, mengingat situasi (yang terjadi saat ini), saya tidak dapat menyampaikan mandat di mana saya dipilih oleh Partai Konservatif," kata Liz Truss.
Baca Juga:
Baca juga: PM Inggris Liz Truss Mundur, Hanya 6 Minggu Menjabat
Perdana Menteri Inggris yang baru, Liz Truss keluar dari Kastil Balmoral setelah menemui Ratu Elizabeth di Skotlandia, Inggris 6 September 2022. Andrew Milligan/Pool via REUTERS
Truss mundur dari jabatannya setelah mendapat tekanan hebat dari anggota partainya sendiri karena salah langkah kebijakan ekonomi anggaran mininya. Saat mengumumkan pengunduran diri di luar kantor perdana menteri di Downing Street, Truss mengatakan dia telah memberi tahu Raja Charles III tentang keputusannya ini.
Kursi perdana menteri Inggris digoyang kencang akibat ketidakpastian pemungutan suara parlemen pada Rabu malam, 19 Oktober 2022, yang berubah menjadi kekacauan. Anggota Partai Konservatif saling berteriak dan memaki satu sama lain, beberapa mengklaim mereka secara fisik dianiaya.
Anggota parlemen senior dari Partai Konservatif Simon Hoare telah memperingatkan jabatan Liz Truss sebagai Perdana Menteri Inggris berada di dalam bahaya. Semua tubuh Partai Konservatif diyakini sudah pesimis dengan kepemimpinan Truss imbas dari gejolak ekonomi yang disebabkan salah langkah kebijakan anggaran mininya.
Truss berkuasa setelah Boris Johnson pada Juli 2022, mengundurkan diri sebagai perdana menteri dan pemimpin Partai Konservatif akibat skandal yang dibuatnya sendiri. Truss naik menjadi kepala Pemerintahan Inggris bukan melalui pemilihan umum. tu berarti dia tidak memiliki mandat dari seluruh rakyat Inggris sebagai pemimpin terpilih mereka, juga bukan pilihan rekan-rekannya di Parlemen untuk menggantikan Johnson.
Ketidakpopuleran Truss tidak murni akibat kesalahannya sendiri. Dia beroperasi di dalam sebuah partai yang gagal bersatu di bawah visi bersatu untuk negara pasca-Brexit.
Menurut Vox, Konservatif memenangkan mayoritas bersejarah mereka pada 2019 dengan membawa pemilih baru ke dalam partai. Tetapi partai tidak punya visi yang jelas sebagai pemersatu untuk menyelesaikan Brexit, partai tersebut memiliki masalah serius dengan faksionalisasi internal.
Di tengah kekacauan di Partai Konservatif dan krisis politik Truss, Partai Buruh berada di jalur tepat untuk memenangkan kepemimpinan dalam pemilihan umum berikutnya. Pemilu itu masih akan digelar dalam beberapa tahun mendatang, namun trennya mungkin saja berubah.
Truss awalnya menolak untuk mundur. Dia menegaskan lagi sikapnya saat berdebat untuk pertama kali di House of Commons dengan oposisi Partai Buruh, sejak pergantian Menteri Keuangan Inggris pekan lalu.
Sebelum Liz Truss mundur, Menteri Dalam Negeri Suella Braverman mengundurkan diri dari jabatannya pada Rabu waktu setempat. Dalam surat yang menyatakan kemundurannya, Braverman menulis mengenai erosi otoritas Perdana Menteri Liz Truss yang baru beberapa pekan menjabat.
Pergolakan politik Inggris yang terjadi hari ini tidak terlepas dari kekacauan ekonomi akibat kebijakan Truss. Di bawah kepemimpinan Truss, pemerintahan Inggris berusaha menjungkir-balikkan program fiskal dengan meluncurkan 45 miliar GBP atau sekitar Rp 786 triliun untuk pemotongan pajak atau anggaran mini.
Kebijakan itu dianggap tidak sesuai anggaran, tetapi dipercaya pihak Truss sangat dibutuhkan demi menghentikan ekonomi Inggris dari stagnasi.
SKY NEWS | REUTERS | VOX
Baca juga: Jajak Pendapat: Liz Truss Diminta Mengundurkan Diri dari Perdana Menteri Inggris
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini