TEMPO.CO, Jakarta - FINA pada Minggu, 19 Juni 2022, melakukan pemungutan suara untuk memutuskan nasib para atlet transgender di olahraga renang. Hasil pemungutan suara memutuskan atlet transgender tidak boleh bertanding di kejuaraan renang perempuan. Sebaliknya, FINA akan membentuk sebuah gugus tugas untuk membuka kategori bagi mereka agar bisa berpartisipasi dalam sejumlah kompetisi. Ini adalah bagian dari kebijakan baru FINA.
Hak-hak para transgender telah menjadi hal yang sangat dipertimbangkan menyusul upaya sektor olahraga yang ingin menyeimbangkan inklusifitas, namun saat yang sama memastikan tidak ada keuntungan yang diperoleh lewat cara yang tidak adil.
Atlet renang asal Suriah, Bean Jouma berlatih untuk ikuti Olimpiade Rio di sebuah kolam renang di Damaskus, Suriah, 26 Juli 2016. REUTERS
Debat mengenai keberadaan transgender di olahraga renang berlangsung sengit setelah perenang Lia Thomas menjadi atlet trangender pertama yang memenangkan kejuaraan NCAA dalam sejarah divisi 1. Thomas memenangkan
renang gaya bebas 500 meter kategori perempuan pada awal tahun ini.
Thomas sudah mengutarakan keinginanya untuk bertanding mendapatkan tempat di Olimpiade. Namun aturan baru FINA telah menghalangi keinginannya itu.
Keputusan FINA itu dibuat dalam kongres luar biasa FINA setelah para anggota kongres mendengar sebuah laporan dari gugus tugas transgender untuk mengkompromikan sejumlah aspek berdasarkan medis, hukum dan tokoh olahraga.
Kebijakan baru FINA bagi para atlet yang ingin berlaga tingkat dunia menyatakan transgender dari laki-laki ke perempuan boleh ikut bertanding jika mereka bisa membuat FINA yakin kalau mereka belum mengalami puberitas laki-laki di luar Tanner Stage 2 atau sebelum usia 12 tahun. Kebijakan itu mendapat persetujuan 71 persen suara mayoritas dari 152 negara anggota.
"Kami melindungi hak-hak atlet kami, namun kami juga harus melindungi keadilan dalam bertanding di acara-acara kami, khususnya kompetisi-kompetisi FINA kategori
perempuan," kata Presiden FINA Husain al-Musallam.
Sumber : reuters