Pihak berwenang telah mengumumkan gencatan senjata baru pada Rabu pagi untuk memungkinkan ribuan warga sipil melarikan diri dari kota-kota di sekitar Kiev serta di Mariupol, Enerhodar dan Volnovakha, Izyum di timur dan Sumy di timur laut.
Upaya sebelumnya untuk membangun koridor evakuasi yang aman sebagian besar gagal karena menurut Ukraina, Rusia kembali menyerang. Namun Putin justru menuduh kaum nasionalis Ukraina menghambat evakuasi.
Sekitar 200.000 orang di Mariupol sedang menunggu untuk melarikan diri dari wilayahnya. Kota pelabuhan itu tidak memiliki air, penghangat udara dan sistem sanitasi yang berfungsi maupun koneksi telepon selama seminggu terakhir. Sementara mayat-mayat tergeletak tak bernyawa di jalan-jalan.
Penduduk mengandalkan aliran air atau salju yang mencair untuk minum. Penembakan terus menerus juga mencegah perbaikan infrastruktur pemanas dan air yang rusak.
Sebelumnya pada Rabu, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan Rusia telah melanggar gencatan senjata di sekitar pelabuhan selatan. Penyerangan masih berlangsung di antara daerah separatis yang didukung Rusia di Ukraina timur dan Krimea, yang dianeksasi oleh Moskow dari Ukraina pada 2014.
“Rusia terus menyandera lebih dari 400.000 orang di Mariupol, memblokir bantuan kemanusiaan dan evakuasi. Penembakan tanpa pandang bulu terus berlanjut," tulis Kuleba di Twitter. “Hampir 3.000 bayi yang baru lahir kekurangan obat dan makanan.”
Ukraina mengatakan sedikitnya 1.170 warga sipil telah tewas di Mariupol sejak dimulainya invasi, dan 47 dikuburkan di kuburan massal pada Rabu. Namun belum ada verifikasi angka-angka tersebut.
Kantor hak asasi manusia PBB di Jenewa, sesaat sebelum laporan serangan rumah sakit, mengatakan telah memverifikasi 516 kematian warga sipil dan 908 orang terluka sejak konflik dimulai.
Baca: Top 3 Dunia: Amerika Dipuji Presiden Zelensky dan Kemarahan Tentara Ukraina
AL JAZEERA