TEMPO.CO, Hong Kong – Para pengunjuk rasa di Hong Kong memblokir jalan dan memaksa pekerja meninggalkan kantor kementerian Hukum pada Kamis, 27 Juni 2019.
Baca juga: Cina Dukung Hong Kong Soal RUU Ekstradisi
Ini merupakan gejolak terbaru di Hong Kong terkait penolakan warga terhadap amandemen UU Ekstradisi, yang memungkinkan tersangka diekstradisi ke Cina.
Pemerintah Hong Kong dan parlemen telah bersepakat untuk menghentikan pembahasan legislasi ini. Namun, pengunjuk rasa mendesak pemerintah mencabut pembahasan legislasi ini.
Baca juga: 5 Poin Menarik Soal Kontroversi RUU Ekstradisi Hong Kong
Mereka juga mendesak Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, mengundurkan diri karena dianggap pro Beijing dan bertindak keras dalam menghadapi unjuk rasa publik.
“Anda tahu apa yang ada di hati semua orang yaitu ini soal masa depan kami dan ini bersifat sangat pribadi,” kata Brian Kern, 53 tahun, salah satu pengunjuk rasa, seperti dilansir Reuters pada Jumat, 28 Juni 2019.
Para pengunjuk rasa meneriakkan yel-yel “Tarik UU Jahat”, “Bebaskan martir”, “Teresa Cheng keluarlah”. Cheng adalah menteri Kehakiman Hong Kong.
Warga juga mengecam tindakan kekerasan berlebihan yang dilakukan oleh polisi saat unjuk rasa di depan gedung parlemen Hong Kong dua pekan lalu.
Baca juga: Empat Organisasi Jurnalis Tolak RUU Ekstradisi Hong Kong
Polisi berupaya memblokir pengunjuk rasa. Salah satu petugas membawa spanduk yang berisi pesan meminta massa membubarkan diri. Terjadi beberapa bentrokan kecil dengan kelompok Demosisto, yang pro demokrasi, dan polisi.
“Berjuang untuk keadilan”, “Bebaskan Hong Kong sekarang juga”, dan “Demokrasi Sekarang” merupakan tulisan di sejumlah spanduk besar yang dibawa pengunjuk rasa.
Kepala Polisi Hong Kong, Stephen Lo, memperingatkan massa jika sampai terjadi kerusuhan. Dia mengecam situasi yang bersifat bermusuhan dengan massa, yang membuat tugasnya menjadi sulit.
Baca juga: 1 Juta Warga Hong Kong Demo Tolak RUU Ekstradisi Cina
Pengunjuk rasa juga mencoba mengepung kantor markas polisi. Ini membuat petugas mengejar sejumlah pengunjuk rasa menggunakan tongkat.
Pada Kamis dini hari, sekitar 200 pengunjuk rasa masih bertahan. Mereka duduk dengan tenang di depan kantor pemerintahan sambil memakai penutup wajah hitam.
Para pengunjuk rasa meminta agar masalah mereka menjadi pembahasan di KTT G-20, yang bakal digelar di Osaka, Jepang, pada 28 dan 29 Juni 2019.
Namun, secara terpisah, pemimpin Cina menolak keras adanya pembahasan isu Hong Kong di G-20. Seperti dilansir SCMP, mereka menilai pembahasan itu hanya merupakan gangguan dan bentuk intervensi.
“Kami tahu KTT G-20 sebentar lagi digelar. Kami ingin menyuarakan aspirasi kami,” kata Jack Cool Tsang, 30 tahun, seorang teknisi teater yang memilih libur agar bisa berunjuk rasa di Hong Kong.