TEMPO.CO, Jakarta - Para pemimpin Uni Eropa setuju untuk berbagi tanggung jawab untuk menangani masalah imigran yang terus datang ke benua Eropa dalam KTT 29 Juni kemarin. Negara-negara Eropa juga akan membagi pengungsi yang tiba di Eropa, meskipun secara sukarela. Kesepakatan untuk menangani krisis imigrasi dari permintaan Perdana Menteri Italia, Giuseppe Conte, lantaran negaranya menampung setengah jutah imigran.
Dilansir dari Financial Times, 30 Juni 2018, ada delapan artikel yang disepakati dalam KTT Uni Eropa di Brussels, Belgia, di antaranya memperketat pengawasan perbatasan Uni Eropa dan membagi imigran yang datang.
Baca: Kapal Tenggelam, 100 Imigran di Libya Dikhawatirkan Tewas
Salah satu hasil kesepakatan adalah mendirikan Pusat Imigran di Uni Eropa. Ini adalah poin yang paling kontroversial, sebab menyerukan bagi negara-negara Uni Eropa untuk mendirikan pusat-pusat pengawasan di mana para migran yang diselamatkan di wilayah blok Uni Eropa akan diambil untuk diproses untuk klaim suaka mereka. Mereka yang ditolak akan dikembalikan. Sementara mereka yang diterima akan ditransfer ke negara Uni Eropa.
Para pemimpin Uni Eropa hadir dalam KTT Uni Eropa di Brussels, Belgia, 28 Juni 2018.[Stephanie Lecocq/Pool via REUTERS]
Terbilang kontroversial karena tidak jelas di mana pusat-pusat ini akan berada, dan poin relokasi imigran berdasarkan inisiatif sukarela. Sebagian negara Eropa tentu menentang relokasi kuota imigran di negaranya dan yang paling vokal adalah Hungaria, yang telah lama menentang relokasi imigran di negaranya.
Selain mendirikan pusat imigran di Eropa, KTT juga menyepakati para migran yang diselamatkan di Mediterania dapat dikirim kembali ke pusat imigran di luar Eropa. Kepala negara Eropa mengatakan pusat imigran ini kemungkinan akan berada di Afrika utara atau barat. Klaim suaka dapat diproses sebelum pelamar yang lolos akan diizinkan untuk melakukan perjalanan ke Uni Eropa.
Baca: Uni Eropa Sepakat Tangani Krisis Imigrasi Bersama
Tapi proposal itu tetap samar. Tidak ada negara yang sukarela sebagai pusat imigran. Kemudian apakah sah menurut hukum suaka internasional untuk menempatkan para migran di fasilitas-fasilitas ini. Ketidakpastian ketiga adalah kondisi di mana imigran akan ditampung. Uni Eropa mengatakan akan bekerjasama dengan lembaga pengungsi dan migrasi PBB.
Kesepakatan lain yakni reformasi kebijakan suaka Uni Eropa. Ini adalah masalah yang telah menghantui Uni Eropa selama beberapa tahun, bagaimana membagi beban pencari suaka di seluruh blok Uni Eropa. Ada juga pertanyaan berapa lama negara harus bertanggung jawab atas imigran yang tiba di wilayah mereka, yang berarti bahwa mereka dapat dikembalikan jika mereka muncul di negara-negara Uni Eropa lainnya. Beberapa negara Eropa utara, termasuk Jerman, menginginkan periode tanggung jawab untuk tahunan, persyaratan yang ditolak oleh Italia dan negara-negara garis depan Mediterania, di mana negara Mediterania paling banyak menampung imigran yang menyeberang. Untuk reformasi suaka ini, KTT menyerukan negara-negara anggota untuk bekerja sama dan mengambil semua tindakan legislatif dan administratif internal.
Ribuan pelampung imigran dan pengungsi yang menumpuk di tempat pembuangan sampah di Mithymna di pulau Lesbos, Yunani, 5 Oktober 2016. Ribuan pengungsi dan imigran melewati pulau Lesbos untuk memasuki wilayah Eropa. REUTERS/Alkis Konstantinidis
Kemudian yang paling diutamakan dalam kesepakatan ini adalah memperketat keamanan perbatasan untuk mencegah imigran masuk, mengubah Eropa menjadi benteng dengan memperkuat Badan Penjaga Pantai dan Perbatasan Eropa (Frontex) dan dukungan Eropa untuk penjaga pantai Libya yang dilatih Uni Eropa. Namun ini dinilai kontroversial karena penjaga pantai Libya dituduh melakukan pelanggaran terhadap imigran. Seorang komandan regional penjaga pantai Libya dijatuhi sanksi oleh Dewan Keamanan PBB bulan ini atas dugaan keterlibatannya dalam perdagangan manusia.
Jumlah orang yang tinggal di Negara Anggota Uni Eropa dengan kewarganegaraan dari negara non-anggota pada 1 Januari 2017 adalah 21,6 juta, mewakili 4,2% dari populasi EU-28. Selain itu, ada 16,9 juta orang yang tinggal di salah satu Negara Anggota UE pada 1 Januari 2017 dengan kewarganegaraan dari Negara Anggota Uni Eropa lainnya.
Baca: Dari Nigeria ke Aljazair: Perjalanan Maut Imigran di Gurun Sahara
Mengenai negara kelahiran, ada 36,9 juta orang yang lahir di luar EU-28 yang tinggal di Negara Anggota Uni Eropa pada 1 Januari 2017, sementara ada 20,4 juta orang yang lahir di Negara Anggota Uni Eropa yang berbeda dari negara tempat mereka adalah penduduk. Hanya di Hungaria, Irlandia, Luksemburg, Slovakia dan Siprus adalah jumlah orang yang lahir di Negara Anggota Uni Eropa lainnya lebih tinggi daripada jumlah yang lahir di luar EU-28.
Berdasarkan data yang dilaporkan oleh International Organization Migration (IOM) dari situs resminya, migration.iom.int, tercatat 56.274 imigran telah tiba di Eropa, dengan 44.957 melalui jalur laut, 11.317 melalui jalur darat untuk laporan per 27 Juni 2018. Sebanyak 972 imigran dilaporkan meninggal atau hilang di Laut Mediterania. Dari total gelombang imigran yang masuk ke Eropa, Italia paling banyak menampung kedatangan imigran, tercatat 785 imigran per periode 14 Juni-20 Juni dan 338 imigran per 21 Juni-27 Juni. Sementara urutan kedua penampung imigran adalah Yunani dan ketiga adalah Spanyol.