TEMPO.CO, Jakarta - Angkatan Bersenjata Libanon memasang gerbang elektronik di pintu masuk kamp pengungsi Palestina di Ain al-Hilweh, sebelah selatan Libanon. Keterangan tersebut disampaikan warga setempat kepada The New Arab.
Menurut laporan Middle East Monitor, gerbang elektronik itu ditempatkan di empat pintu masuk utama dan pintu keluar. "Langkah ini demi keamanan di kamp pengungsi Palestina."
Baca: Bentrok Bersenjata di Kamp Pengungsi Palestina, 3 Tewas
Sejumlah anak Palestina mengangkat senjata dan meneriakan slogan setelah mendengar kabar kematian Ariel Sharon di kamp Ein el-Hilweh, Libanon (11/1). Di tahun 1982, Sharon memimpin invasi ke Libanon yang mengakibatkan pembantaian ratusan pengungsi Palestina di kamp Sabra dan Shatila di Beirut tahun 1983. (AP Photo/Mohammed Zaatari)
Pada 2016, Angkatan Bersenjata Libanon mulai membangun tembok dilengkapi dengan menara pengawas untuk memisahkan kamp dengan daerah sekitarnya karena masalah keamanan. Beberapa laporan menyebutkan, pembangunan tembok hingga awal 2018 telah mendekati rampung.
"Kami mengutuk keberadaan gerbang ini sebab pembangunannya menyinggung harga diri masyarakat kami yang berada di depan gerbang," kata Ayman Shana, pemimpin politik Hamas di Sidon, kepada The Daily Star.
Dia menambahkan, pintu gerbang ini akan menyebabkan friksi lebih lanjut antara warga Palestina dan Angkatan Bersenjata Libanon.Seorang warga Palestina yang lolos dari pembantaian kamp pengungsi Sabra and Chatilla berdoa di depan monumen peringatan tragedi tersebut di Beirut, Libanon (11/1). Dalam pembantaian di tahun 1982-1983 ini ratusan pengungsi Palestina tewas oleh pasukan milisi yang digerakkan oleh Ariel Sharon. (AP Photo/Bilal Hussein)
Fouad Othman, Pemimpin Front Demokratik Ain al-Hlweh, mengatakan, tindakan pengamanan dengan cara seperti itu adalah penghinaan bagi warga Palestina. Dia meminta Presiden Libanon Michel Aoun menjamin hak-hak sipil dan hak asasi bangsa Palestina selaku pemilik sah tanah.
Baca: Cegah Penyusup, Libanon Bangun Tembok Dekat Kamp Pengungsi
Ratusan pengungsi Palestina turun ke jalan mengecam pemasangan gerbang elektronik yang mereka sebut dengan tembok rasis. Ain al-Hilweh, kamp pengungsi yang kerap menjadi ajang pertempuran antarkelompok bersenjata serta dengan kelompok garis keras lebih kecil.
Kamp pengungsi Palestina di Libanon, berdiri pada 1948 ketika terjadi perang antara Israel dengan negara-negara Arab, dibangun di luar yuridiksi pasukan keamanan Libanon. Ain al-Hilweh adalah rumah bagi sekitar 61 ribu warga Palestina, termasuk enam ribu yang kabur dari perang Suriah.