TEMPO.CO, Shanghai – Presiden Rusia, Vladimir Putin, dan Presiden Iran, Hassan Rouhani, menggelar pertemuan puncak di Shanghai, Cina, dalam pertemuan blok keamanan baru, yang dibentuk Cina dan Rusia.
“Rouhani memuji peran Rusia selama proses negosiasi terkait perjanjian nuklir Iran, yang tidak diakui Amerika Serikat, dengan menyebut peran Rusia penting dan konstruktif,” begitu dilansir media Jpost, Sabtu, 9 Juni 2018.
Baca:
Presiden Putin: Perang Dunia III Bisa Akhiri Peradaban Manusia
Trump Undang Putin Jadi Anggota Pemimpin Negara G7
Rouhani mengatakan ingin membahas lebih jauh dengan Rusia mengenai penarikan diri ilegal AS dari perjanjian itu. Mengutip Sputnik News, Jpost melansir Putin menyebut kerja sama Iran dan Rusia di Suriah sebagai sukses.
Rudal Pantsir dan Buk Merajalela di Langit Perang Suriah
Pada saat yang sama secara terpisah, militer Rusia menuding pasukan ISIS hanya beroperasi di wilayah Suriah yang dikuasai militer AS. “Semua daerah perlawanan pasukan teroris ISIS di Suriah hanya berada di area yang dikuasai AS,” kata Mayor Jenderal Igor Konashenkov, juru bicara kementerian Pertahanan Rusia, pada Sabtu, 9 Juni 2018, seperti dilansir Russia Today.
Baca:
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in Akan Temui Presiden Putin
Putin-Mohammed bin Salman Bahas Minyak Sambil Nobar Piala Dunia
Tudingan terbuka Rusia ini menyusul pernyataan keras sebelumnya oleh Menteri Pertahanan AS, Jim Mattis, yang mengatakan penarikan pasukan AS dari Suriah harus menghindari terjadinya kekosongan di Suriah. Kekosongan ini dapat dieksploitasi oleh rezim Bashar al Assad dan para pendukungnya, yang tampaknya diarahkan kepada Iran dan Rusia.
Militer Rusia datang ke Suriah atas undangan resmi pemerintah Damaskus. Sedangkan kehadiran pasukan AS di sebagian wilayah Suriah seperti Kota Manbij dinilai sebagai tindakan agresif oleh Suriah.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia, Mayor Jenderal Igor Konashenkov, menuding ISIS hanya beroperasi di wilayah yang dikontrol militer AS di Suriah dalam pernyataan Sabtu, 9 Juni 2018. Reuters
Mayor Jenderal Konashenkov juga menuding invasi militer AS terhadap Irak merupakan pemicu munculnya gerakan teroris ISIS, yang berekspansi hingga ke wilayah Suriah.
“Ekspansi ISIS di Suriah bisa terjadi karena tindakan kriminal AS dan pasukan koalisi internasional, yang membiarkan ISIS mengontrol wilayah kaya minyak di kawasan timur Suriah dan membuat organisasi itu mendapat aliran dana dari penjualan ilegal minyak,” kata Konashenkov.
Konashenkov mengatakan Washington menyuplai senjata bernilai ratusan juta dolar atau triliunan rupiah kepada kelompok oposisi Suriah yang sebenarnya fiktif. Padahal, suplai senjata itu jatuh ke tangan kelompok pecahan Al Qaeda, Al-Nusra Front, dan ISIS.
“Ini menunjukkan tujuan dari kelompok teroris itu di Suriah sejalan dengan kebijakan Washington,” tuding Konashenkov.
Sebaliknya, Konashenkov mengatakan tidak satu sen pun bantuan AS mengalir ke warga di daerah bekas konflik, yang sekarang dikuasai pemerintah Suriah. “Kegiatan kemanusiaan dan suplai makanan tiba di daerah itu tapi tidak satupun berasal dari bantuan kemanusiaan yang dibayar AS,” kata dia tanpa menyebut adanya pertemuan Putin dan Rouhani di Shanghai, Cina.