TEMPO.CO, Jakarta - Serangan bertubi-tubi pasukan Suriah dan sekutunya, menurut PBB, menciptakan "neraka di atas bumi" bagi penduduk sipil di daerah pinggiran Damaskus, Ghouta Timur.
Keterangan tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, Senin, 26 Februari 2018, menanggapi gempuran pasukan Suriah ke kawasan tersebut meskipun Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan resolusi gencatan senjata.
Baca: PBB Tunda Pemungutan Suara Soal Suriah
Mohammed Abu Anas berlari membawa putranya yang terluka terkena serangan udara pesawat tempur pasukan Pemerintah Suriah di dekat kota Ghouta, Damaskus, Suriah, 21 Februari 2018. REUTERS/Bassam Khabieh
Sementara itu, menanggapi aksi mematikan tersebut, Presiden Rusia Vladimir Putin memerintakan pasukannya berhenti berperang pada Selasa, 27 Februari 2018, pukul 09.00 pagi hingga 14.00 siang waktu setempat di Ghouta Timur, guna memberikan akses kemanusiaan dan evakuasi penduduk sipil.
Menurut lembaga hak asasi manusia berbasis di London, Syrian Observatory for Human Rights, serangan udara jet tempur Suriah didukung Rusia menghajar kantong pertahanan pemberontak dalam beberapa pekan ini mengakibatkan lebih dari 550 orang tewas.Petugas memadamkan api di sebuah toko seusai serangan udara pasukan pemerintah Suriah di Ghouta, pinggiran kota Damaskus, 20 Februari 2018. Syrian Civil Defense White Helmets via AP
"Pemberontak melakukan tembakan menyebabkan 36 orang tewas dan sejumlah korban lainnya cedera di Damaskus dan desa di sekitarnya," kata pejabat kesehatan Suriah kepada kantor berita Reuters, seperti dikutip Al Jazeera.
Baca: PBB Usulkan Gencatan Senjata di Suriah, Rusia Menolak
PBB meminta kepada semua pihak yang bertikai di Suriah untuk segera menghentikan aksi adu senjata sebagaimana resolusi Dewan Keamanan yang dikeluarkan pada Sabtu, 24 Februari 2018. Berbicara di depan peserta pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa, Swiss, Guterres mendiskribsikan situasi di Ghouta Timur seperti "neraka di bumi".