TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Arab Saudi, Sheikh Saud al-Mojeb mengatakan, pemerintah kerajaan telah menyita aset para tersangka korupsi senilai lebih dari US$ 100 miliar atau setara Rp 1428,7 triliun .
Pemberantasan korupsi di Saudi memberikan opsi kepada para tersangka untuk bebas dari hukuman dengan menyerahkan aset atau harta kekayaan mereka kepada pemerintah.
Baca: Pangeran Alwaleed bin Talal Bebas, Dipaksa Bayar Rp 80 Triliun
Menurut al-Mojeb, aset yang diberikan berbagai jenis termasuk real estate, saham, uang dan banyak lagi. Jumlah total aset yang disita yakni US$ 106,7 miliar.
Jumlah tersangka yang diperiksa mencapai 381 orang. Sejauh ini, 65 orang masih tetap dalam tahanan sebagai bagian dari pemberantasan korupsi, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Pernyataan al-Mojeb ini dikeluarkan setelah otoritas Saudi mengumumkan bahwa semua tahanan telah dibebaskan setelah lebih dari 2 bulan di tahan di hotel prodeo, Ritz-Carlton di Riyadh, ibukota Arab Saudi.
"Tidak ada lagi tahanan yang tinggal di Ritz-Cartlon,' ujar seorang pejabat Saudi kepada Reuters hari Selasa, 30 Januari 2018.
Baca: Bebas Penjara, Pengusaha Arab Saudi Ini Kuasai Televisi MBC
Puluhan anggota keluarga kerajaan Saudi, sejumlah menteri, dan pengusaha top negara itu ditangkap awal November 2017 saat pemerintah mengeluarkan kebijakan memerangi korupsi.
Para tersangka termasuk taipan terkaya di Saudi, Pangeran Alwaleed bin Talal dituding melakukan pencucian uang, menyuap, memeras pejabat. Dan Alwaleed dibebaskan pada Sabtu, 27 Januari lalu.
Mahjoob Zweiri, profesor program Perbandingan Politik Arab di Doha mengatakan, perang terhadap korupsi sebagai bagian dari agenda Putra Mahkota Saudi dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Mohammed bin Salman bertujun untuk mengkonsolidasi politik dan ekonomi.
Baca: Arab Saudi Berangus Korupsi, 17 Pengusaha Asing Disiksa
Zweiri mencatat alasan mendasar dari dakwaan terhadap mereka yang ditahan atas tuduhan korupsi tidak jelas. Mungkin akan ada lebih banyak data yang terungkap dari kasus tertentu, namun tidak untuk saat ini.
"Pasti ada kasus tidak percaya. Otoritas akan mengikutinya untuk memastikan tak seorang pun berbicara menenai apa yang terjadi dengan maksud merawat cerita narasi versi pemerintah," kata Zweiri tentang dampak dari kebijakan keras putra mahkota Arab Saudi itu.