TEMPO.CO, Jakarta - Direktur lembaga intelejen Amerika Serikat (CIA), Mike Pompeo, mengatakan program rudal balistik milik pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un, ditujukan untuk kepentingan koersi bukan sekadar pertahanan diri negara komunis itu dari ancaman luar.
Pompeo melanjutkan Korea Utara sedang menyiapkan langkah selanjutnya untuk mengembangkan rangkaian rudal yang bisa ditembakkan secara bersamaan ke arah Amerika.
Baca: Bocah 15 Tahun Dalangi Peretasan CIA dan Mengakses Data Sensitif
Rudal Hwasong-15 Korea Utara yang diklaim menjangkau daratan Amerika. Kredit: Daily Mail
"Saya mengatakan hal sama beberapa bulan lalu," kata Pompeo seperti dilansir media Reuters, Rabu, 24 Januari 2018. "Saya ingin setiap orang memahami kita bekerja secara rajin untuk memastikan setahun dari sekarang saya masih bisa mengatakan mereka masih beberapa bulan sebelum memiliki kapasitas itu."
Baca: Kasus Kebocoran Info, Eks CIA Bekerja di Rumah Lelang Christie
Pompeo, yang merupakan mantan anggota Kongres asal Partai Republik sebelum mengepalai CIA, mengatakan ini dalam sebuah seminar yang digelar Enterprise Institute. Dia mengaku khawatir Korea Utara akan menyebarkan kemampuan teknis rudal balistik dan senjata nuklir itu ke negara-negara lain sehingga terjadi proliferasi.
Perangko peluncuran rudal Korea Utara. REUTERS/Getty Images
Saat ini, Pompeo mengatakan Trump sedang menyiapkan solusi diplomatis untuk mengatasi Korea Utara. Namun, CIA menyiapkan serangkaian opsi lain jika jalur diplomatik itu gagal.
Pernyataan Pompeo ini seperti menanggapi pernyataan Kim Jong Un pada pidato awal 2018. Saat itu, Kim menegaskan senjata nuklir dan rudal balistik racikan negaranya hanya ditujukan untuk mencegah serangan Amerika ke negaranya. Kim meyakinkan Korea Selatan bahwa senjata itu bukan ditujukan kepada negara tetangganya itu.
Baru-baru ini, Jeffrey Lewis, dari Institut Ilmu Pengetahuan Internasional Middlebury di Monterey, California, Amerika Serikat mengatakan Kim Jong Un sengaja mengebut pembangunan sistem senjata nuklir dan rudal balistik untuk menangkal kekuatan AS.
"Kim Jong Un, saya pikir, takut berakhir seperti Saddam Hussein atau Muammar Gaddafi. Dia takut bahwa kita akan melakukan kepadanya apa yang telah kita lakukan terhadap Gaddafi dan Saddam. Dan dia memutuskan senjata nuklir adalah cara terbaik untuk mencegahnya."
Lewis menekankan kesulitan dalam meyakinkan Kim Jong Un untuk menandatangani kesepakatan senjata nuklir terjadi setelah invasi ke Irak pada tahun 2003.
"Bagaimana Anda meyakinkan orang-orang Korea Utara untuk menandatangani sebuah kesepakatan tanpa meyakinkan mereka tidak akan berakhir seperti Saddam?" jelasnya, seperti yang dilansir Express pada 21 Januari 2018.
Soal ancaman dari Korea Utara ini, Pompeo mengatakan negara komunis itu telah meningkatkan kemampuan dan kreativitasnnya untuk mengakali larangan PBB untuk pengapalan produk dan komoditas yang menjadi kebutuhannya dari luar negeri.
"Misi kami belum selesai. Kami (CIA) punya petugas di seluruh dunia bekerja rajin untuk memastikan kami melakukan semua tekanan AS untuk meningkatkan sanksi," kata Pompeo.