TEMPO.CO, Jakarta - Perempuan itu bernama Fatima. Dia duduk tertunduk lesu dengan kaki ditekuk di bawah dagunya di dekat tempat tidur putranya, Ishaq, 18 bulan, yang terbaring lemah di klinik kesehatan di Yaman.
Dia tiba di ibu kota Sanaa sehari sebelum menuju Pusat Pengobatan Kolera (CTC) yang dioperasikan oleh MSF di Kota Al Qaeda setelah melakukan perjalanan dari Shokan, sebuah desa di Distrik Mawia, Barat Daya Yaman.
Baca: Wabah Kolera Tewaskan 1.500 Penduduk Yaman
Perawat memeriksa seorang anak yang terinfeksi kolera di rumah sakit di pelabuhan laut merah di Hodeidah, Yaman, 14 Mei 2017. Hanya sedikit fasilitas medis yang masih berfungsi, sementara dua pertiga penduduk Yaman kini harus bertahan tanpa akses terhadap air minum sehat. REUTERS/Abduljabbar Zeyad
"Dia merasa sakit sejak tiga hari lalu," katanya sembari menunjuk ke Ishaq. "Kami berharap dia membaik, sehingga kami menunggu di sini."
Baca Juga:
Setelah diare dan muntah selama dua hari, orang tuanya meminjam uang 9.800 YER atau sekitar Rp 600 ribu dari tetangganya untuk berobat di dekat desanya. "Mereka menyuntik Ishaq dan kami kembali ke rumah,"ujarnya.
Namun keesokannya, kesehatan Ishaq tidak menunjukkan tanda-tanda membaik sehingga Fatima membawanya ke Kota Al Qaeda karena dia mendengar rumah sakit Médecins Sans Frontières memberikan layanan kesehatan gratis.
Rasha Sadeq Ahmed (4 tahun), bersama ibunya di pusat perawatan gizi buruk di rumah sakit al-Sabeen di Sanaa, Yaman, 13 April 2017. Balita ini mengalami gizi buruk di tengah berkecamuknya perang saudara di Yaman. REUTERS/Khaled Abdullah
"Kami tidak datang di hari pertama ketika Ishaq sakit sebab kami tidak punya uang untuk ke sini. Kami harus meminjam dari tetangga berobat, namun tidak ada yang memberikan pinjaman uang. Tetapi suami saya meyakinkan mereka."
Untuk pergi ke CTC, suami Fatima meminjam uang sebesar 30 ribu YER atau setara dengan Rp 1,8 juta.
"Uang sebesar itu untuk sewa mobil 20 ribu YER (Rp 1.000.000) dan isi bensin 10 ribu YER (Rp 540 ribu)," ucapnya.
Dia berharap anaknya segera ditangani secepatnya karena harga bensin naik setiap hari, utangnya akan dibayar ketika dia pulang. Sebagai pekerja harian, suami Fatima mendapatkan gajinya sebesar 1.500 YER (Rp 81 ribu) sehari. Tapi dia tidak bisa mendapatkan pekerjaan setiap hari.
"Karena perang, orang tidak memiliki uang sehingga mereka tidak memberinya pekerjaan," kata Fatima.
Untuk membayar sebagian utangnya, Fatima menjual dua ekor kambing milik keluarganya seharga 13 ribu YER (Rp 700 ribu).
Seorang anak laki-laki yang terinfeksi kolera saat mendapatkan perawatan di lorong rumah sakit di Sanaa, Yaman, 7 Mei 2017. Salah satu penyebab waba kolera adalah perang di Yaman yang telah berlangsung selama dua tahun. REUTERS/Khaled Abdullah
"Akibat perang kami tidak bisa membeli apapun. Ada makanan di toko, tetapi tidak punya uang untuk membelinya," ucap Fatima.
"Satu karung berisi 10 kg gandum dihargai 4 ribu YRE (Rp 216 ribu) di desanya," tulis MSF.
Baca: Sejuta Anak Yaman Terancam Kolera
Selain kolera, Ishaq menderita kurang gizi. Sehingga dia harus mendapatkan makanan tambahan yang cukup setiap dua minggu selama beberapa bulan.
Setelah keluar dari CTC, Ishaq akan terdaftar dalam program nutrisi di bagian rawat jalan Al Qaeda Hospital dan menerima perawatan selama 14 hari. Tapi mengingat tingginya biaya transportasi di Yaman, orang tuanya tidak mungkin bisa membawanya sesuai jadwal sehingga kondisi Ishaq memburuk.