TEMPO.CO, Jakarta - Partai yang dituding neo-Nazi, Alternatif untuk Jerman atau AfD, mencetak sejarah dengan masuk Parlemen atau Bundestag setelah meraih 13,5 persen suara dalam pemilu Jerman pada hari Minggu, 24 September 2017. AfD yang baru berdiri tahun 2013 mendapat 87 kursi di Bundestag. Keberhasilan AfD masuk Bundestag terjadi dalam 60 tahun terakhir ini menandai perubahan besar dalam politik Jerman setelah Perang Dunia II dan diperkirakan akan mampu menghadirkan suasana berbeda dan dinamis di Bundestag.
AfD mempromosikan dirinya sebagai partai yang patriotik, demokratis, konservatif. Namun, kritik dari seluruh spektrum politik mengatakan bahwa ini adalah asosiasi ekstremis sayap kanan. Dalam rujukan menunjuk ke AfD, Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel meratapi kenyataan bahwa "Nazi sejati" sekali lagi akan menjadi bagian dari Bundestag.
Baca: Menang Pemilu, Angela Merkel Jadi Kanselir Jerman Terlama
Pakar akademis terkemuka Jerman mengenai partai politik, Oskar Niedermayer, mendefinisikan AfD sebagai ekstremisme sayap kanan. Dimana partai itu menentang Uni Eropa, pencari suaka, imigran, dan Islam serta akan membangkitkan permusuhan terhadap orang-orang yang dianggap asing.
"Konglomerat pengungsi, terorisme dan Islamisme adalah yang dimiliki AfD sebagai merek inti sekarang," kata Niedermayer, seperti yang dilansir DW pada 26 September 2017.
Ia menjelaskan meskipun semua pemilih AfD tidak berarti calon Nazi, namun tidak ada yang mengabaikan kenyataan bahwa partai tersebut melihat orang-orang Jerman bukanlah komunitas yang setara antara satu dengan yang lainnya. Pendukung AfD menganggap penduduk asli sebagai unit etnis-budaya yang lebih unggul dari, misalnya, orang-orang Afrika Utara.
Baca: Pemilu Jerman, Unjuk Rasa Tolak AfD, Partai yang Dicap Neo-Nazi
Menurut Niedermayer hal itu terlihat jelas dari individu-individu yang diajukan AfD pada daftar calon anggota parlemen potensial. Sebagian besar dari 87 anggota parlemen dari AfD mencerminkan karakter dan pandangan ekstrim. Banyak di antaranya yang telah dikaitkan dengan partai ekstremis sayap kanan yang lebih kecil seperti NPD dan Die Republikaner dan terhubung dengan gerakan PEGIDA dan Identitarian, yang keduanya terus diawasi oleh Kantor Federal untuk Perlindungan Konstitusi.
Meskipun demikian pengaruh partai itu tidak akan besar di parlemen menyusul belum adanya partai yang menyatakan niat berkoalisi dengan AfD. Dengan tidak adanya kemungkinan menjadi partai oposisi terbesar, AfD tidak akan memiliki pengaruh sama sekali terhadap undang-undang yang disahkan dalam empat tahun mendatang.
"Mereka sama sekali tidak memiliki efek nyata pada politik Jerman," kata Niedermayer. "Tidak ada yang akan membentuk koalisi dengan mereka."
Meski partai lain dalam parlemen menolak bekerja sama dengan partai AfD, pemimpin partai AfD Alice Weidel menyatakan, partainya akan menjadi partai oposisi dengan kritikan yang membangun kinerja pemerintah.
Angela Merkel memenangkan pemilu Jerman untuk keempat kalinya. Merkel kembali menjadi Konselir Jerman setelah partai yang menaunginya, CDU, memenangkan 33 persen suara dan berhasil memasukkan 218 perwakilan dalam Bundestag. Urutan kedua dari perolehan suara pemilu ditempati partai Sosial Demokrat atau SPD.
Hasil penghitungan cepat suara pemilu federal Jerman menunjukkan CDU tidak bisa memerintah sendiri, sehingga perlu mitra koalisi. Sejauh ini belum jelas dengan partai mana, CDU akan berkoalisi. Mitranya selama ini, Partai SPD sudah menyatakan siap menjadi oposisi.
DW|YON DEMA