TEMPO.CO, Jakarta - Angela Merkel menjadi kanselir terlama di sepanjang sejarah Jerman modern. Ia terpilih sebagai kanselir Jerman untuk keempat kalinya setelah partainya Christian Democratic Union (CDU) memenangkan 33 persen suara di pemilu federal tahun ini. Partai Anggela Merkel berhasil mendapatkan 218 kursi di parlemen, Bundestag.
Merkel sering dianggap sebagai kepala negara Eropa yang paling berpengaruh, kehadiran di ranah internasional telah ia bangun diatas kesuksesan domestiknya.
Baca: Hadapi Kelompok Kanan Jerman, Merkel dan Schulz: Ayo Coblos!
Merkel pertama kali memenangkan kursi di parlemen Jerman pada tahun 1990, satu tahun setelah ia bergabung dengan CDU. Setelah pemilihannya, ranking Merkel dalam partai perlahan mulai naik, dari menteri perempuan dan pemuda kemudian menjadi menteri lingkungan. Hingga akhirnya pada April tahun 2000 ia terpilih menjadi pemimpin partai.
Merkel berhasil membawa partainya memenangkan pemilu federal tahun 2005 setelah lima tahun ia memimpin partai CDU. Merkel pun menjadi kanselir wanita pertama di Jerman.
Meskipun karir Merkel di dunia politik terlihat mencolok, banyak yang berpendapat pendekatannya apa adanya. Gaya kepemimpinannya dianggap cenderung tenang dan kontinyu. Para kritikus menyatakan Merkel terlalu pragmatis dan tidak memiliki ideologi yang menuntunnya.
“Dia tidak melakukan hal ini untuk memuaskan diri sendiri, namun didorong oleh rasa tanggungjawab,” kata Jacqueline Boysen, penulis biografi Merkel, seperti yang dikutip dari Al Jazeera.
Baca: AfP, Partai Neo-Nazi Akhirnya Masuk Parlemen Jerman
Hal ini merujuk pada keputusan Merkel yang sering berkebalikan dengan apa yang ia lakukan atau katakan sebelumnya. Merkel berjanji untuk menghapuskan pembangkit listrik tenaga nuklir pada tahun 2022, meskipun sebelumnya ia membatalkan keputusan pemerintah sebelumnya yang hendak menghentikan penggunaan pembangkit listrik ini. Kemudian ia mengijzinkan voting terbuka untuk legalisasi pernikahan sejenis di Jerman meski Merkel telah menyatakan secara publik ia menentang hal ini.
“Merkel mengambil keputusan setelah mengumpulkan fakta-fakta dan tidak dikendalikan dengan ideologinya. Ia tetap tenang dan sederhana,” kata Boysen. Boysen percaya gaya kepemimpinannya yang seperti ini memberikan keuntungan tersendiri.
Angela Merkel dikenal dengan kebijakannya yang mengizinkan ratusan ribu pencari suaka untuk masuk Jerman ketika krisis pengungsi Eropa pada tahun 2015. Kebijakan ini menuai kritikan pedas dan ditentang oleh beberapa pihak. Salah satunya partai Alternative for Germany (AfD) yang memenangkan 13 persen suara yang itu berarti menempati 86 kursi di parlemen pada pemilu Minggu, 25 September 2017. Untuk pertama kali, AfD yang dituding partai neo-Nazi masuk parlemen dalam 60 tahun terakhir.
Pendiri Partai AfD, Alexander Gauland, berjanji untuk membentuk komite baru di parlemen untuk menguji kembali kebijakan imigran Jerman dan ingin Merkel mendapatkan hukuman yang setimpal atas kebijakannya tersebut. Partai AfD dikenal sebagai salah satu partai yang anti-imigran.
Namun kritik semacam itu terbukti tidak mempengaruhi kemenangan Angela Merkel dan partainya di pemilu federal Jerman. Merkel telah terbukti bersedia untuk mendengarkan dan menanggapi kritik yang ia terima karena baginya politik itu bersifat pribadi.
AL JAZEERA | DWI NUR SANTI