TEMPO.CO, Moskow — Serangan mematikan di markas intelijen Rusia (FSB) yang menewaskan tiga orang, ternyata berbuntut panjang. Setelah kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah atau ISIS mengklaim bertanggung jawab, FSB justru menduga pelaku berasal dari kelompok neo-Nazi.
Seperti dilansir Deutsche Welle, Sabtu, 22 April 2017, pelaku berusia 18 tahun yang berhasil ditembak mati aparat dalam serangan kantor FSB di Kota Khabarovsk, dilaporkan merupakan warga lokal dan terkait dengan kelompok neo-Nazi.
Baca: Markas Intelijen Rusia Diserang, 3 Orang Tewas
“Ada laporan bahwa pelaku merupakan anggota kelompok beraliran neo-Nazi,” demikian pernyataan FSB.
Pelaku dilaporkan pernah membunuh seorang instruktur di sebuah klub tembak dan mencuri sebuah senapan buru serta dua pistol untuk melakukan serangan di kantor FSB.
Baca Juga:
Dugaan pelaku terlibat jaringan ekstremis sayap kanan cukup besar karena Rusia saat ini tengah menghadapi meluasnya dukungan terhadap kelompok anti-imigran yang kerap melakukan penyerangan terhadap warga dari negara bekas Uni Sovyet di Rusia.
Pemerintah Presiden Vladmir Putin pun tengah berusaha membendung kelompok garis keras sayap kanan itu, terutama sejak Rusia mencaplok Krimea dari Ukraina pada 2014.
Baca: Serangan Markas Intelijen Rusia, ISIS Klaim Bertanggung Jawab
Serangan mematikan terhadap aparat penegak hukum di Rusia merupakan hal yang sangat jarang terjadi di wilayah yang tak stabil di utara area Kaukasus.
Namun, wilayah Rusia tengah menggencarkan pengamanan sejak serangan bom bunuh diri di dalam kereta bawah tanah di Kota St Petersburg pada 3 April lalu. Serangan itu merenggut 15 nyawa.
Dalam serangan bom bunuh diri di stasiun Metro St Petersburg yang menyebabkan 11 orang tewas, kelompok ISIS juga mengklaim sebagai pihak yang bertanggung jawab.
Namun dalam penyelidikan oleh pihak berwenang Rusia, tidak ada bukti yang menghubungkan ISIS dengan aksi bom bunuh diri tersebut.
DEUTSCHE WELLE | AFP | REUTERS | SITA PLANASARI AQUADINI