TEMPO.CO, SANAA—Wabah kolera yang merebak di wilayah konflik Yaman selama dua pekan terakhir telah merenggut 51 nyawa warga. Badan Kesehatan Dunia atau WHO mengatakan kasus ini meningkat dua kali lipat hanya dalam hitungan tiga hari.
Juru Bicara PBB Stephane Dujarric kepada wartawan pada Kamis 11 Mei 2017 mengatakan WHO dan mitranya kini tengah meningkatkan upaya untuk mengatasi lonjakan penularan kolera di beberapa bagian Yaman.
Baca juga:
Baca: Perang di Yaman, Unicef: Setiap 10 Menit Satu Anak Tewas
Kasus dugaan kolera berjumlah 2.301, dengan 58 di antaranya telah dikonfirmasi oleh pemeriksaan laboratorium, kata Dujarric dalam taklimat harian di Markas Besar PBB, New York. Ia mengutip informasi dari Kementerian Kesehatan Yaman.
"WHO dengan cepat membagikan pasokan medis dan obat, termasuk perangkat pemeriksaan kolera, cairan dehidrasi oral dan cairan infus, serta perangkat medis dan perlengkapan buat perawatan kolera," kata Dujarric.
"Sepuluh pusat baru perawatan akan didirikan di daerah yang terkena dampak."
"WHO juga menunjang lembaga kesehatan untuk mendirikan sudut terapi rehidrasi guna mengobati orang yang menderita dehidrasi ringan dan sedang akibat kolera," katanya.
Pendekatan itu, yang diawali dengan 10 sudut terapi rehidrasi oral di Ibu Kota Yaman, Sana'a, akan diperbanyak di seluruh daerah terpengaruh, ia menambahkan.
Sebanyak 69 kasus baru kolera dicatat di satu rumah sakit pemerintah di Sana'a pada awal Mei, kata beberapa laporan.
Baca: Serangan Arab Saudi di Yaman, 2 Murid Sekolah Tewas
Pada Oktober lalu, WHO melaporkan 51 kasus kolera yang dikonfirmasi dari sembilan gubernuran di Yaman, dan ada lebih dari 1.180 kasus dugaan.
Sebanyak 7,6 juta warga Yaman tinggal di daerah yang terpengaruh di negara yang dirongrong konflik tersebut, yang sistem kesehatannya telah ambruk akibat perang saudara yang berkelanjutan.
Yaman yang berada di ujung selatan Jazirah Arab ITU, terjerumus ke dalam perang saudara dua tahun lalu. Lebih dari 10.000 orang --separuh dari mereka warga sipil-- tewas, dan lebih dari dua juta orang kehilangan tempat tinggal.
REUTERS | XINHUA | SITA PLANASARI AQUADINI