TEMPO.CO, Manila- Peristiwa penculikan kembali menimpa anak buah kapal asal Indonesia (WNI) pada Sabtu, 19 November 2016. Militer Filipina yang melakukan pengejaran terhadap kapal penculik mengumumkan bahwa penculik bertopeng menuju ke selatan Filipina, tempat yang menjadi basis utama dari kelompok ekstrimis Abu Sayyaf.
Berdasarkan fakta itu, militer Filipina menduga penculikan 2 WNI dilakukan militan Abu Sayyaf. "Para pria bersenjata dan korbannya mengarah ke Filipina Selatan," kata juru bicara militer Filpina, Mayor Filemon Tan, kepada wartawan, Minggu, 20 November 2016.
Lima anggota militan bersenjata melakukan penculikan terhadap Saparuddin bin Koni, 43 tahun, kapten kapal asal Bugis-Poliwali, Sulawesi Barat dan Sawal bin Maryam, 36 tahun, wakil kapten juga asal Bugis-Poliwali pada hari Sabtu, 19 November 2016 sekitar pukul 19.20 waktu setempat.
Baca:
Sandera 2 WNI, Pengamat: Malaysia Sengaja Mendiamkan
Pria Bakar Diri di Australia Pengungsi Rohingya, Myanmar
Peristiwa penculikan terjadi di Perairan Merabong antara Pulau Gaya dengan P. Pelda Sahabat Tungku, Lahad Datu, perairan Sabah. Saat kejadian, kapal diawaki oleh sekitar 15 ABK yang terdiri dari WNI dan suku Bajau Laut asal Filipina. Saat diserang, kapal sedang dalam perjalanan kembali ke pangkalan di Kunak, Sabah.
Beberapa waktu lalu dua kapten kapal juga diculik di perairan dekat Sungai Kinabatangan, Sabah. Namun kedua kapten kapal tersebut diketahui sudah berpindah tangan, dan kini dalam penyanderaan kelompok Abu Sayyaf.
Mereka saat ini menahan 22 sandera, termasuk seorang warga Belanda, Jerman, Korea Selatan, lima warga Malaysia, dua Indonesia, enam Vietnam dan enam Filipina.
Perairan Sabah di pulau Kalimantan dan Filipina selatan selama bertahun-tahun telah menjadi tempat penculikan berulang-ulang oleh kelompok militan Abu Sayyaf.
Situasi keamanan yang memprihatinkan di daerah itu telah mendorong Filipina, Malaysia dan Indonesia untuk bekerja sama lebih erat guna memberantas kelompok tersebut. Ketiga negara telah sepakat untuk meningkatkan kerjasama, termasuk kemungkinan patroli laut gabungan.
Meski telah bersumpah setia kepada ISIS serta Al-Qaeda, namun Abu Sayyaf lebih fokus untuk menjalankan bisnis penculikan daripada ideologi agama. Taktik kelompok itu sangat brutal, memenggal kepala sandera ketika tuntutan uang tebusan tidak dipenuhi. Sejak pembentukannya pada tahun 1991, kelompok ini telah menculik sekitar 200 orang.
ABS-CBN|REUTERS|STRAITS TIMES|YON DEMA