TEMPO.CO, Aleppo - Ratusan ribu warga Aleppo yang tinggal di beberapa kawasan yang dikuasai militan pemberontak terancam kelaparan setelah selama berminggu-minggu dikepung pasukan pemerintah Suriah.
Menurut Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi (UNHCR), Selasa, 9 Februari 2016, lembaganya sangat mengkhawatirkan peningkatan blokade ke kota tersebut bakal kian meningkatkan penderitaan mereka.
"Jumlahnya lebih dari 300 ribu orang yang berada di dalam kota yang dikuasai pasukan oposisi. Mereka terputus dari bantuan kemanusiaan, tidak ada negosiasi tercapai di antara kedua pihak," ujar UNHCR.
Jika pemerintah meningkatkan pasukannya di sekitar Aleppo, kata UNHCR, Dewan Lokal Aleppo memperkirakan 100-150 ribu orang akan mengungsi.
Aleppo adalah salah satu kota terbesar Suriah yang didiami dua juta warga. Kota ini terletak di bagian utara Suriah, dekat perbatasan Turki.
Pasukan pemerintah Suriah, didukung serangan udara Rusia, Iran, dan pejuang Hizbullah Libanon, telah melancarkan serangan besar pada pekan lalu di seputar Aleppo yang membuat kota ini terbelah dua. Satu bagian dikuasai pasukan pemerintah, bagian lain dikuasai pemberontak selama beberapa tahun.
Warga lokal mengatakan kepada Al Jazeera, mereka sangat takut pengepungan tersebut kemungkinan berdampak pada masalah pangan dan harga kebutuhan di kota tersebut bakal tinggi.
Seorang perempuan yang meminta namanya disamarkan menuturkan, "Masyarakat di Aleppo sangat takut pada pengepungan pasukan pemerintah. Apa yang akan terjadi terhadap biaya hidup bagi warga seperti saya? Bagaimana mungkin mereka sanggup membeli dengan harga melambung tinggi ketika harga naik dua kali setiap hari. Bagaimana kami menghadapi semua ini?"
Zaid Muhammad, relawan dari Kesh Malek--kelompok aktivis oposisi Suriah--yang berada di sebuah distrik di Aleppo, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa serangan udara Rusia yang mendukung pasukan pemerintah membunuh warga sipil setiap hari.
"Selama tujuh-delapan jam per hari, jet tempur mereka menginvasi langit dan meneror masyarakat secara psikologis," ucapnya.
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN