TEMPO.CO, Paris - Presiden Iran Hassan Rouhani melakukan lawatan bersejarah ke Prancis pada Rabu petang, 27 Januari 2016, waktu setempat. Perjalanan resmi kenegaraan itu padat dengan jadwal pertemuan bisnis antara delegasi pengusaha Iran, yang dipimpin Presiden Rouhani, dan para pemimpin perusahaan top Prancis, serta penandatanganan pembelian 114 pesawat terbang jenis Airbus.
Namun, di balik kunjungan tersebut, Rouhani ingin memutar kenangan ketika 35 tahun silam ia memulai karier politiknya di pengasingan di kawasan pinggiran Paris barat. Pada 1978, setelah lulus sebagai sarjana hukum, Rouhani melancarkan kritik keras terhadap Syah Reza Pahlevi. Dia bergabung bersama Ayatullah Rahullah Khomeini di Neauphle-le-Château. Dari tempat ini, Khomeini menggelorakan revolusi melalui jaringan bawah tanah, rekaman kaset, dan fotokopi pesan tertulisnya.
Setelah revolusi Iran berhasil menumbangkan Syah Reza, Rouhani kembali ke Teheran pada 1979. Dia menjadi anggota parlemen dan menjadi bagian penting ketika perang dengan Irak meledak.
Kini, Rouhani telah berusia 67 tahun. Ia kembali ke Prancis sebagai seorang moderat dan reformis. Sebagai presiden, Rouhani ingin membangun kerja sama ekonomi dengan Prancis menyusul pencabutan sanksi internasional terhadap negerinya. Ini merupakan kunjungan pertama Presiden Iran ke Prancis dalam kurun 17 tahun.
Rouhani tiba di Prancis setelah melakukan lawatan tiga hari ke Italia untuk bertemu dengan Perdana Menteri Italia dan pemimpin Vatikan, Paus Fransiskus. Di Prancis, Presiden Iran akan bertemu dengan para pengusaha Prancis dan menjadi tuan rumah pertemuan warga negara Iran di sana. Belum begitu jelas apakah jadwalnya yang ketat itu memungkinkan Rouhani mengunjungi Neauphle-le-Château.
GUARDIAN | CHOIRUL AMINUDDIN