TEMPO.CO, Canberra - Perdana Menteri Australia Tony Abbott menolak terprovokasi perang kata-kata dengan Jakarta setelah diancam Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia Tedjo Edhy Purdijatno. Seperti dilansir News.com.au pada Rabu, 11 Maret 2015, Abbott memilih diam dan menolak berkomentar menanggapi pernyataan Tedjo.
Menteri Tedjo mengancam akan membiarkan imigran gelap menyeberang dan mencari suaka ke Australia. "Jika Canberra terus melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan Indonesia, Jakarta pasti akan membiarkan imigran ilegal pergi ke Australia," ujar Tedjo di Metro TV.
Tedjo juga mengancam hubungan perdagangan dua negara. “Kami telah menghitung, pada kenyataannya, Australia menikmati surplus perdagangan Indonesia-Australia,” katanya, Selasa, 10 Maret 2015.
Publik Australia mengkhawatirkan respons berlebihan Abbott yang justru akan membahayakan proses diplomasi terkait dengan eksekusi mati dua anggota Bali Nine. Baik Abbott maupun Menteri Luar Negeri Julie Bishop sebenarnya ingin membuka front perang diplomatik baru dengan Jakarta. Namun mereka menahan diri dengan harapan Myuran Sukumaran dan Andrew Chan bisa lolos dari eksekusi.
Sumber-sumber pemerintah Australia percaya Tedjo telah salah mengartikan pernyataan Abbott pada bulan lalu bahwa Indonesia harus mengingat bantuan Australia kepada Aceh setelah tsunami 2002.
"Saya ingin menunjukkan keintiman persahabatan antara Australia dan Indonesia dan fakta bahwa Australia selalu ada ketika Indonesia tengah kesulitan. Itulah apa yang ingin saya tunjukkan, sebuah fakta sederhana," kata Abbott. "Indonesia pun telah melakukan banyak bagi kita, karena itulah apa yang harus dilakukan teman kepada satu sama lain."
Meskipun terkesan sebagai ancaman, Abbott tetap menggarisbawahi hubungan erat kedua negara.
NEWS.COM.AU|YON DEMA