TEMPO.CO, Beijing - Cina mengkhawatirkan laporan yang menyebutkan Jepang telah menolak permintaan Amerika Serikat, sekutu negara nipon itu, untuk mengembalikan lebih dari 300 kilogram plutonium, salah satu bahan pembuat senjata nuklir. Jepang menjadi musuh Cina dalam sengketa Pulau Senkaku atau Diaoyu di Laut Cina Timur.
Kantor berita Jepang, Kyodo, mengatakan Washington telah menekan Jepang untuk menyerahkan kembali bahan nuklir yang dapat digunakan untuk membuat 50 bom nuklir. Jepang telah menolak, tapi akhirnya menyetujui permintaan AS itu.
Seorang pejabat di Kementerian Pendidikan Jepang mengatakan bahan itu dibeli untuk tujuan penelitian selama tahun 1960. Kedua pemerintah juga telah mencapai kesepakatan resmi untuk menyerahkan bahan itu kepada KTT Keamanan Nuklir di Den Haag pada Maret.
Cina terlibat dalam sengketa teritorial pahit dengan Jepang dan telah memperingatkan bahwa Jepang sedang mencoba menyiapkan senjata baru. "Cina percaya bahwa Jepang sebagai penanda tangan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir harus menghormati komitmen internasional untuk keselamatan nuklir," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Hua Chunying, Senin, 17 Februari 2014.
Dia khawatir jeda waktu ini bisa dimanfaatkan Jepang untuk mengutak-atiknya. "Untuk waktu yang lama, Jepang belum mengembalikan bahan nuklir ke negara yang bersangkutan. Tentu hal ini telah menimbulkan kekhawatiran di masyarakat internasional. Cina tentu saja sangat prihatin," ujarnya.
Jepang hanya korban dunia serangan nuklir dalam tahap akhir Perang Dunia II. Negara itu tidak memiliki senjata nuklir seperti Cina. Hubungan yang memburuk antara Beijing dan Tokyo telah dipicu oleh sengketa pulau tak berpenghuni di Laut Cina Timur. Kapal dari kedua negara sering bersimpangan di sekitar pulau, meningkatkan kekhawatiran bentrokan.
Hubungan telah memburuk lebih lanjut sejak penetapan zona identifikasi pertahanan udara oleh Cina di atas Laut Cina Timur. Kunjungan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe ke Kuil Yasukuni yang kontroversial untuk menghormati penjahat perang memanaskan tensi hubungan kedua negara.
REUTERS | EKO ARI