TEMPO.CO, Bangkok - Militer Thailand mengatakan mereka akan mengerahkan 10.000 pasukan guna mengamankan pemilihan umum, Ahad, 2 Februari 2014. Kelompok anti-pemerintah akan menlanjutkan unjuk rasa guna menjatuhkan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra.
Keputusan pemerintah tetap menggelar pemilu pada Ahad, 2 Februari 2014, memicu ketegangan di Bangkok. Di Ibu Kota negara ini, pengunjuk rasa memblokade jalan-jalan utama dan memaksa sejumlah kantor kementerian tutup pada Januari 2014.
"Ada 5.000 tentara yang siap diterjunkan baik di dalam maupun di sekitar Bangkok guna membantu memantau keamanan. Kami juga akan meningkatkan jumlah pasukan di sekitar lokasi unjuk rasa karena ada sejumlah orang yang menghasut warga untuk melakukan kekerasan," ujar juru bicara angkatan bersenjata Winthai Suvaree kepada kantor berita Reuters.
Koresponden Al-Jazeera, Wayne Hay, melaporkan puluhan ribu polisi turut dikerahkan di berbagai wilayah di Thailand untuk menjaga fasilitas milik pemerintah.
Pengunjuk rasa sepertinya tak peduli dengan kehadiran ribuan pasukan keamanan yang terdiri atas tentara dan petugas kepolisian. Mereka tetap bertekad turun ke jalanan mulai Kamis, 30 Januari 2014, hingga pemilu, Ahad, 2 Februari 2014, di Bangkok serta pusat-pusat pemilu lainnya di Thailand untuk memboikot pesta demokrasi tersebut.
Demi keamanan negara, pemerintah menetapkan negara dalam keadaan darurat sejak 22 Januari 2014. Kebijakan pemerintah ini ditentang pemimpin unjuk rasa dengan membawa permasalahan ihwal legalitas kebijakan tersebut ke pengadilan.
AL JAZEERA | CHOIRUL