TEMPO.CO, Den Haag – Empat tersangka kasus pembunuhan bekas Perdana Menteri Libanon Rafik Hariri mulai disidang secara in absentia di Pengadilan Internasional Den Haag, Belanda, Kamis, 16 Januari 2014.
Hariri dan 22 pengikutnya tewas dihantam truk bermuatan satu ton bom di Beirut, 14 Februari 2005. Sebanyak 226 orang lainnya luka-luka akibat pengeboman ini.
Persidangan itu dilakukan tanpa menghadirkan tersangka, atau in absentia, lantaran Hizbullah bersumpah untuk tidak menyerahkan keempatnya.
Peristiwa itu adalah salah satu di antara banyak pembunuhan paling dramatis dalam sejarah modern Timur Tengah yang memicu perselisihan sektarian antara muslim aliran Sunni dan Syiah. Para pendukung Hariri, tokoh pemimpin Sunni yang paling berpengaruh, menuding Suriah berada di belakang serangan itu.
Kekerasan antara anggota kedua sekte ini telah menelan ribuan korban selama beberapa tahun terakhir, khususnya di Irak, Suriah, Pakistan, dan Libanon.
Pembunuhan itu mempolarisasi Lebanon dan menyebabkan penarikan pasukan Suriah dari sana. Hizbullah membantah terlibat dalam pembunuhan itu. Mereka menuding pembunuhan itu adalah konspirasi Israel dan Amerika Serikat.
Tak lama sebelum sidang dimulai, terjadi ledakan bom di dekat gedung pemerintah di Kota Hermel, basis Hizbullah. Sedikitnya dua orang tewas dan beberapa lainnya cedera dalam serangan di kota yang terletak di Lembah Bekaa, dekat perbatasan utara Suriah itu.
Menurut BBC, persidangan yang digelar PBB itu terbilang unik. Untuk pertama kalinya, tuduhan terorisme diadili dalam persidangan internasional dan tanpa kehadiran tersangka, sejak Pengadilan Nuremberg terhadap pelaku kejahatan Perang Dunia Kedua.
PBB membentuk pengadilan khusus bagi Libanon pada 2007 untuk menyelidiki pengeboman itu. Tahun 2011, pengadilan mengeluarkan perintah penangkapan bagi Mustafa Badreddine, 52 tahun; Salim Ayyash, 50 tahun; Hussein Oneissi, 39 tahun; dan Assad Sabra, 37 tahun.
Mereka menghadapi beragam tuntutan, mulai dari konspirasi hingga melakukan tindakan terorisme, pembunuhan, dan upaya pembunuhan.
Badreddine diduga merupakan komandan militer senior Hizbullah. Persidangan tersangka kelima, Hassan Habib Merhi, 48 tahun, akan menyusul kemudian. Persidangan akan mendengar keterangan sekitar 500 saksi dan diperkirakan memakan waktu bertahun-tahun.
Menurut BBC, bukti-bukti yang memberatkan keempat tersangka sebagian besar berdasarkan analisis jaringan telepon genggam.
Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah mengatakan, Israellah yang melacak jejak Hariri lewat satelit, menyusup ke sistem teleponnya untuk memalsukan data-data, dan mendalangi pembunuhan tersebut untuk mendiskreditkan musuh-musuhnya.
BBC |REUTERS | NATALIA SANTI