TEMPO.CO, Beirut - Kelompok feminis di Lebanon memprotes pengangkatan seorang pria sebagai menteri pemberdayaan perempuan dalam pemerintahan baru negara itu.
Pilihan Jean Ogasapian untuk menerima penunjukan sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan Lebanon dianggap sebagai penghinaan terhadap gerakan hak-hak perempuan. Bahkan, Nasri Atallah, seorang penulis Lebanon, menggambarkannya sebagai penghinaan terhadap perempuan.
Pemerintah Lebanon awal pekan ini membuat pengumuman jajaran menteri kabinet untuk pertama kalinya setelah Saad Hariri dilantik sebagai perdana menteri. Di tengah perebutan politik untuk kursi di kabinet, yang terbagi antara loyalis sektarian dan pasukan perang, penunjukan Ogasapian ini menarik cemoohan yang kuat.
KAFA, organisasi hak perempuan ternama, menyerukan protes di bawah slogan, "Bukan perempuan, tidak ada legitimasi".
"Kabinet yang telah diumumkan jelas menunjukan bahwa telah terjadi penghinaan terhadap semua perempuan," kata KAFA dalam sebuah pernyataan, seperti yang dilansir Guardian pada 22 Desember 2016.
Protes juga terjadi di dunia maya, dimana nitizen menjadikan hal itu sebagai bahan lelucon. Mereka berkomentar bahwa hak-hak perempuan tidak akan terpenuhi jika regulasinya dijalankan oleh seorang pria. Berbagai meme juga diunggah menampilkan wajah Ogasapian yang telah diedit sedemikian rupa untuk memprotes penunjukan dirinya.
Lebanon menghadapi banyak tantangan terkait hak-hak perempuan dimana kekerasan dalam rumah tangga semakin meningkat dengan diskriminasi terhadap kewarganegaraan terhadap perempuan yang menikahi warga asing. Perempuan Lebanon tidak bisa mewariskan kewarganegaraan kepada anak-anak mereka jika mereka menikah dengan orang asing.
Bulan ini, parlemen mulai memproses pencabutan sebuah pasal dalam KUHP yang memungkinkan penghentian penuntutan perkosaan jika pelaku menikahi korbannya.
Pemerintah baru Lebanon, yang dipimpin oleh putra mantan perdana menteri Rafik Hariri, menghadapi berbagai masalah, termasuk kehancuran infrastruktur dan masalah listrik, sampah, pengungsi dari Suriah yang mencapai lebih dari 1 juta, serta ancaman dari Hizbullah, organisasi militer yang paling kuat di negara itu, yang berjuang bersama rezim Bashar al-Assad.
THE GUARDIAN |YON DEMA